usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Senin, 01 September 2014


Nurwahidin Sering Terserempet Kendaraan

Memiliki keterbatasan fisik, tidak membuat Nurwahidin menyerah. Ia semangat bekerja demi mencari pundi-pundi uang untuk bertahan hidup. Ia tidak mau bergantung dengan orang lain, apalagi untuk meminta-minta belas kasihan orang. Dengan kursi roda, pria 32 tahun tersebut setiap harinya menjajakan koran di lampu merah simpang Pojok Beteng Wetan Yogyakarta.

Deru mesin kendaraan yang lalu lalang dan terik matahari di Kota Gudeg Kamis (14/8) tak membuat semangat Nurwahidin redup bekerja menawarkan koran-koran dalam genggamannya. Menggunakan sebuah kursi roda dengan hati-hati ia mendekati tiap kendaraan yang berhenti saat lampu merah menyala.

Tiap ia menjulurkan koran dalam genggamannya kepada pengendara, tak semuanya merespon penawarannya. Dia harus bersabar dan tak menyerah memanfaatkan momen lampu merah menyala untuk berjualan koran.

Begitulah rutinitas yang ia lakoni setiap hari. Lelaki yang beralamat di Ledok Prawirodirjan, Kecamatan Mergangsan tersebut mengalami keterbatasan pada kakinya sejak dirinya berumur dua tahun. “Menurut orangtua saya, saat saya berumur dua tahun saya jatuh, akibatnya saya tidak bisa jalan jika tidak memakai tongkat,” uangkap Nurwahidin.

Sebelum berprofesi sebagai pedagang koran, Nurwahidin pernah bekerja sebagai sales alat kesehatan. Karena harus berkeliling dengan berjalan kaki, Nurwahidin tidak bertahan lama menggeluti pekerjaannya, karena keterbatasan fisiknya. “Saya dua atau tiga kali bekerja sebagai sales, tetapi saya tidak kuat karena harus keliling jalan kaki,” tambah Nurwahidin.

Bekerja sebagai penjaga toko penjual pulsa juga pernah dijalaninya. Sayangnya bisnis itu tidak bertahan lama. Kemudian pasca bencana gempa 2006, Nurwahidin mencoba berjualan koran di lampu merah simpang Pojok Beteng Wetan Yogyakarta. Pada awal berjualan, Nurwahidin masih menggunakan tongkat sebagai alat Bantu berjualan. Pekerjaan sebagai loper koran dirasakannya lebih ringan dibandingkan beberapa pekerjaan yang pernah digeluti.

Sebagai orang yang memiliki keterbatasan dan harus mengadu nasib dijalanan, Nurwahidin harus menghadapi risiko yang besar. Saat masih menggunakan tongkat sebagai alat bantu jalan, dirinya sering terserempet kendaraan saat menjajakan koran.

“Dulu sering saya keserempet mobil hingga terjatuh. Tidak hanya terserempet kendaraan, saya juga sering mendapatkan cemoohan dari pengguna jalan yang merasa terganggu dengan keberadaan saya,” kisahnya.

Setahun terakhir ini, Nurwahidin berjualan menggunakan kursi roda. Kursi tersebut dia peroleh dari pelanggan yang biasa membeli koran. Keberadaan kursi roda itu sangat membantunya dan tidak mudah lelah saat berjualan.

Kursi roda tersebut digunakannya hanya saat berjualan sebagai loper koran. Alat Bantu kesehariannya masih menggunakan tongkat. Selepas berjualan koran, kursi roda itu biasanya dititipkan ke salah satu rumah warga di dekat lampu merah.

Meskipun telah menggunakan kursi roda, tidak serta merta membuat risiko yang dihadapinya berkurang. Dia bilang, belum lama ini dirinya juga sempat terserempet sepeda motor hingga beberapa meter. Pun pernah ditabrak pengayuh becak.

Sebelum berjualan koran, tidap paginya Nurwahidin harus mengambil koran di agen yang terletak di daerah Yudonegaran. Kemudian ia mengantarkan koran ke beberapa rumah yang berlangganan koran. Selepas itu ia baru memulai berjualan di lampu merah.

Setiap harinya Nurwahidin mengambil 40 eksemplar koran dari agen. Tidak semua koran yang dibawanya habis terjual. “Biasanya koran yang saya ambil nanti tersisa lima hingga sepuluh buah. Dari setiap koran yang saya jual, saya mendapat keuntungan antara Rp 300 hingga Rp 500,” terangnya. (Hamin Thohari).

Demikian berita yang disiarkan Tribun Jogja, Jumat, 15 Agustus 2014. Berita tersebut ingin menyampaikan pesan: malu rasanya kalau seorang individu yang sehat harus menggantungkan hidupnya pada orang lain. Penyandang disabilitas saja berusaha untuk mandiri.

Pesan di atas sangat cocok untuk kondisi saat ini. Soalnya, sudah muncul gejala bahwa manusia sehat lebih suka mengharapkan belas kasihan orang lain daripada bekerja keras. Mereka lebih suka bermalas-malasan, tetapi ingin memperoleh hasil yang banyak. Mereka tidak memiliki semangat kerja yang memadai. Padahal, melalui kerja mereka bisa memperlihatkan siapa mereka sesungguhnya dan seperti apa nilai kemanusiaannya.

Kalau sudah begini, bagaimana mungkin kita menempatkan orang yang tidak mandiri pada ungkapan Karl Marx (Dalam Sihotang, 2009:153) bahwa seseorang bekerja tidak hanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang lain? Jangankan untuk orang lain, untuk dirinya saja, dia tidak bermanfaat!

Melalui pesan yang disampaikan berita ini, mudah-mudahan para individu sehat yang selama ini suka menggantungkan hidupnya pada orang lain bisa sadar. Mereka termotivasi untuk mandiri. Mereka terdorong untuk bekerja keras sehingga memiliki makna sosial.

Bertolak dari penjelasan ini, kita perlu berterima kasih kepada Hamin Thohari, penulis berita ini. Dia telah mem-framing berita di atas dengan pesan yang mulia, mengajak orang untuk menjalankan hidupnya secara mandiri.***


Pulau Karya, 31 Agustus 2014

0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.