Minggu
lalu, terjadi sinetwit di media sosial. Yang menjadi sumber informasi twitter adalah @kurawa. Sedangkan judul
kumpulan twitter-nya: Prahara Tempo
dengan tagar Jatuh Tempo. Salah satu bunyi kicauan itu adalah: GodMother terus berusaha menghubungi
gubernur utk batalkan niat membawa kasus ini ke Dewan Pers, dia mengancam Gub
pasti kalah.
Kicauan
yang lain berbunyi: Kagak ada yang berani
ngaku kalo Jatuh Tempo sudah berdarah2 keuangannya..mau membantah lap
keuangannya sendiri?
Kicauan
lain lagi berbunyi: Merapatlah ke
incumbent karena disanalah uang besar berputar kata dia..tapi jangan diabaikan
lawan2 dia juga yg punya dana besar.
Kicauan
berikut menjelaskan cara “merapat” ke incumbent,
yakni: (i) langkah pertama naikkan
incumbent setinggi2nya..buzz di media2 yang kita miliki..mau buktinya? (ii)
Dalam waktu yg berdekatan di akhir Februari-April
2016 Jatuh Tempo turunkan berita positif dengan cover Ahok (Laporan Utama
“Ahok vs Penguasa Kalijodo”, Laporan Utama “Reklamasi Tujuh Keliling”, dan
Laporan Utama “Waswas Sumber Waras”), (iii) Selain
menurunkan 3 edisi special ini sang Godmother pun turun tangan..dia membentuk
komunitas TemanAhok Salihara, (iv) Godmother
mendeklarasikan diri sebagai pendukung utama incumbent dia dekati juga pengurus teman ahok, seolah2 dia malaikat yang akan
bantu kita.
Kutipan
semua twitter di atas menunjukkan bahwa
pengirimnya mengerti apa yang dilakukan oleh majalah Tempo terhadap Ahok. Semua perlakuan itu bermula dari masalah
keuangan yang dihadapi oleh majalah Tempo.
Persoalannya lantas, betulkan majalah Tempo
menghadapi krisis keuangan? Kalau betul, benarkah ia mengatasi krisis itu
dengan “menjual berita” tentang Ahok?
Tentu
tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Namun, sebentar lagi kebenaran tentang
semua itu akan terbuka. Khalayak, terutama pembaca majalah Tempo dan Koran Tempo akan
membuka mata dan telinganya. Mereka akan mempelajarinya. Suatu saat kelak mereka
tentu akan memperoleh hasilnya.
Sebelum
mereka memperoleh kesimpulan sendiri, sebaiknya majalah Tempo memberitakan soal keuangan mereka. Bukankah selama ini
majalah Tempo pernah juga
menceritakan soal dapurnya? Yang terakhir misalnya, majalah Tempo edisi khusus 45 tahun dengan
laporan utama berjudul “Saatnya Blakblakan”. Pada Tempo terbitan 7-13 Maret 2016 ini, majalah Tempo mengisahkan
bagaimana wartawannya mempraktikkan jurnalisme investigatif dalam menulis 11
laporan liputan.
Kalau
benar majalah Tempo “menjual berita”
untuk memperoleh iklan demi memperbaiki keuangannya, majalah Tempo telah melanggar aturannya sendiri.
Soalnya, majalah Tempo selalu
mendengung-dengungkan bahwa ia ingin mengungkap kejahatan yang merugikan
masyarakat dan menyediakan informasi yang akurat kepada publik (Tempo, edisi
7-13 Maret 2016: hal 33).
Apakah
majalah Tempo menganggap “menjual
berita” bukan perbuatan tercela? Kalau jawabannya ya, seharusnya wartawan
majalahTempo tidak melakukannya.
Mereka harus membuang pikiran itu jauh-jauh. Mereka harus kembali ke tujuan
jurnalisme yang ideal: melayani dan mengungkapkan kebenaran.
Memang
tidak mudah mencapai tujuan jurnalisme. Apalagi di masa sekarang ini, di saat
banyaknya pemilik media pers dan media penyiaran yang terjun ke politik. Namun,
selama ini majalah Tempo sudah
dikenal berhasil mencapai tujuan jurnalisme. Kita yakin ia tidak akan mengalami
kesulitan untuk mencapai tujuan jurnalisme.***
Rejodani, 31 Mei
2016
0 komentar:
Posting Komentar