Menatap Masa Depan Jurnalisme
Indonesia
Penulis: Ana Nadhya Abrar
Penerbit: Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Tahun
Terbit: 2016
228 halaman + xiv
Jurnalisme Indonesia sudah ada
sejak akhir abad ke-19. Simaklah, data yang tercatat dalam buku Jernih Melihat, Cermat Mencatat karya Marthias
Dusky Pandu berikut:
Surat kabar pertama yang hadir di Padang, Sumatra Barat, tahun 1882, bernama Pelita Kecil. Pemimpin Redaksinya Moss. Tidak lama dia diganti oleh B.A. Dosseau. Salah seorang anggota redaksi surat kabarnya, Mahjoeddin, putra negeri Sulit Air, Solok (1858-1921) (hal. 17).
Lalu simaklah pula data yang
tercatat dalam buku Sang Pemula karya
Pramoedya Ananta Toer berikut:
Ia mulai membantu Chabar Hindia Olanda (terbit: Batavia, 1888-1897), yang dipimpin oleh Alex Regensburg, selama dua tahun. Dengan matinya surat kabar tersebut, ia kemudian menjadi pembantu Pembrita Betawi (terbit: Batavia, 1884-1916), sebuah berkala bergambar pimpinan Overbeek Bloem. Tidak lama. Kemudian menjadi pembantu tetap Pewarta Priangan, terbitan Bandung. Karena yang belakangan ini pendek ia kembali membentu harian Pembrita Betawi. (hal. 23).
Ia yang dimaksud dalam kutipan di atas
adalah R.M. Tirto Adhi Soerjo.
Kedua kutipan di atas memperlihatkan
bahwa perjalanan jurnalisme Indonesia sudah panjang. Dalam menapaki perjalanan
itu, tentu saja terdapat hambatan, halangan dan persoalan. Betapapun hebatnya
semua rintangan itu, toh jurnalisme Indonesia tetap eksis sampai sekarang.
Kalau kemudian muncul sebuah
buku berjudul Keruntuhan Jurnalisme, karya Dudi Sabil Iskandar dan diterbitkan oleh Lentera Ilmu Cendekia tahun 2015, tidak berarti bahwa jurnalisme
Indonesia telah habis. Buku tersebut hanya mengingatkan para wartawan dan media
pers bahwa jurnalisme Indonesia menghadapi persoalan yang tidak sepele. Kalau
persoalan ini tidak diselesaikan, bukan mustahil jurnalisme Indonesia akan terpuruk.
Lalu, bagaimana menyelesaikan
persoalan jurnalisme Indonesia tersebut? Jawabannya bisa dilihat dalam buku Menatap Masa Depan Jurnalisme Indonesia
bab IV. Bab ini bertajuk “Membangun Masa Depan Jurnalisme Indonesia”. Di dalam
bab ini, tertulis dua resep untuk membangun masa depan jurnalisme Indonesia,
yakni: (i) meningkatkan kualitas jurnalisme Indonesia, dan (ii) meningkatkan
martabat jurnalisme Indonesia. Bab ini merupakan “gong” dari buku ini.
Sebelum sampai kepada “gong”
ini, buku ini berturut-turut memaparkan “Pendahuluan” dalam bab I, “Gambaran Jurnalisme Kontemporer Indonesia”
dalam Bab II, dan “Dari Kancah Perkembangan Jurnalisme” dalam bab III. Dengan
kata lain, uraian dalam Bab IV ini tidak asal tulis, melainkan bertolak dari
Bab II dan Bab III. Jadi, usulan ini tidak sekadar usulan saja.***
Surabaya, 30 April 2016
0 komentar:
Posting Komentar