Kita Harus Bersatu!
Obituari Mengenang 1.000 Hari Wafatnya
Prof. Dr. Akt Hadori Yunus
Penulis:
Ana Nadhya Abrar
Penerbit:
Keluarga Prof. Dr. Hadori Yunus, Akt., Yogyakarta
Tahun Terbit: 2012
161
hal + x
Judul obituari ini dikutip dari
pernyataan Hadori Yunus (Pak Hadori) ketika dia mengakhiri presentasinya di
Gedung Gita Tamtama, Jalan Gentengkali, Surabaya, 20 November 2012. Pernyataan
lengkapnya berbunyi, “Tantangan
ke depan sangat berat. Kita harus satu, harus satu.”
Setelah menyampaikan pernyataan itu, Pak Hadori terkena serangan jantung dan
pingsan. Tidak lama kemudian dia meninggal dunia.
Pak Hadori wafat dalam posisi sebagai
Ketua Umum Keluarga Besar Marhaenis (KBM). Sebagai Ketua Umum KBM, Pak Hadori
sangat banyak memberikan donasi kepada KBM. Dalam bahasa Gunung Rajiman, Pak
Hadori merupakan ujung tombak dan sekaligus ujung tombok KBM.
Dalam membesarkan KBM, Pak Hadori
tidak pernah lupa bahwa KBM merupakan organisasi kemasyarakatan yang
mensosialisasikan dan menerapkan pemikiran-pemikiran dan ajaran Bung Karno. “Tujuan utama KBM adalah meluruskan
desoekarnoisasi yang dilakukan orde baru. Agar orang tahu bahwa Soekarno itu
tidak pernah mengatakan demikian, “kata
Tadjudin Nur Effendi (Pak Tadjudin), yang pernah mendapat pesanan Pak Hadori
menuliskan pikiran-pikiran Bung Karno dalam sebuah buku berjudul Perspektif Pemikiran Bung Karno.
Menurut Pak Tajuddin, secara ideologis
Pak Hadori sangat konsisten. “Dari
dulu, dia sangat setia dengan pemikiran Bung Karno. Dia mengerti betul bahwa
akibat desoekarnoisasi selama orde baru, banyak orang yang tidak mengerti
persis pemikiran Bung Karno. Kalaupun ada yang mengerti, mereka hanya mengerti
sepotong-sepotong,”
tambah Pak Tadjudin.
Pikiran Pak Hadori tidak hanya
terfokus kepada bidang kemasyarakatan saja. Dia adalah juga seorang akuntan
publik handal yang punya Kantor Akuntan Publik (KAP) di berbagai kota besar di
Indonesia. Dia juga seorang guru besar. Namun, jabatan guru besar itu tidak
diperolehnya di UGM, di tempat dia mengajar selama 37 tahun; melainkan di
Universitas Persada Indonesia YAI, Jakarta.
Mengapa Pak Hadori tidak bisa
memperoleh jabatan guru besar di UGM? Apakah karena dia seorang yang sangat
Soekarnois dan sekaligus sangat sosialis? Atau ada alasan lain? Obituari ini
menyimpan jawabannya. Namun, jawaban itu tidak akan diungkapkan di sini. Yang
jelas, Pak Hadori memperoleh gelar Ph.D dari Department of Accounting and
Finance, School of Management of University of Hull, Inggris.***
Rejodani,
31 Mei 2014.
0 komentar:
Posting Komentar