Royani diduga menjadi
penadah uang Nurhadi.
Sidoarjo—Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah transaksi mencurigakan pada
rekening Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, Abdurrachman. Transaksi
mencurigakan itu juga ditemukan pada rekening istri Nurhadi, Tin Zuraida; dan
ajudan sekaligus sopir Nurhadi, Royani.
Seorang penegak hukum di KPK
mengatakan terdapat banyak kejanggalan pada tiga rekening tersebut. “Misalnya,
lalu lintas dana di rekening Royani bernilai fantastis,” katanya. Namun, ia
enggan menyebutkan nilainya.
Transaksi mencurigakan juga terjadi
di rekening Tin Zuraida. Sepanjang 2004-2009, rata-rata arus di salah satu rekeningnya
mencapai Rp 1-2 miliar setiap bulan. Nilai itu jelas tidak sesuai dengan
penghasilannya sebagai pegawai negeri golongan IV-C di Mahkamah Agung.
Selanjutnya, pada periode 2010-2011, ada belasan kali uang masuk ke rekening
Tin dengan nilai Rp 500 juta. Nurhadi juga terdeteksi pernah memindahkan uang
Rp 1 miliar ke rekening istrinya. Pada 2010-2013, Tin pernah menerima setoran
tunai Rp 6 miliar.
Banyaknya transaksi mencurigakan
itu memperkuat dugaan bahwa ada sejumlah pihak yang berperkara di MA menggunakan
“jasa” Nurhadi untuk mempengaruhi putusan. Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk
Andriati Iskak, mengatakan Komisi bekerja sama dengan banyak pihak, termasuk
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, menelisik kejanggalan pada
rekening Nurhadi dan orang-orang di sekitarnya.
Wakil Kepala PPATK Agus Santoso
hanya mengatakan bahwa lembaganya akan selalu siap bila diminta membantu
penyelidikan KPK. “Untuk penelusuran aliran dana, baik pada level penyelidikan
maupun penyidikan,” katanya, kemarin.
Kasus yang membelit Nurhadi bermula
pada 20 April lalu, ketika KPK mencokok Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat Edy Nasution, yang diduga menerima suap dari pegawai swasta Doddy
Aryanto Supeno. KPK menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Dalam pemeriksaan, Doddy
menyebutkan nama Eddy Sindoro, bos Paramount Enterprise Internasional. Dalam
perkembangannya, penyidikan menemukan indikasi dugaan keterlibatan petinggi MA.
Dugaan menguat setelah KPK menggeledah rumah Nurhadi di Jalan Hang Lekir,
Jakarta Selatan.
Tapi, Royani dan Eddy, yang menjadi
saksi kunci kasus Nurhadi, tiba-tiba raib. Tiga polisi yang biasa menjaga rumah
Nurhadi juga mangkir dari panggilan KPK.(Muhamad Rizki)
Itulah berita yang disiarkan Koran Tempo, 28-29 Mei 2016. Bagi sebagian orang,
barangkali berita ini mengejutkan. Namun, bagi sebagian lain agaknya
biasa-biasa saja. Mengapa? Dari berbagai informasi tentang kekayaan Nurhadi,
rasanya tidak mungkin dia memperoleh kekayaan itu murni dari gajinya sebagai
Sekretaris Mahkamah Agung dan bisnis burung walet.
Akal
sehat kita dengan mudah bisa menangkap bahwa ada unsur pelanggaran dalam
transaksi pada rekening Nurhadi dan istrinya, Tin Zuraida. Kita menunggu
tindakan KPK selanjutnya, apakah akan menetapkan Nurhadi sebagai tersangka atau
tidak? Harapannya, tentu saja KPK bertindak profesional dan proporsional.
Soalnya, kasus Nurhadi ini sudah menyita perhatian orang banyak. Kecuali itu, ia
mewakili lembaga tertinggi peradilan di Indonesia.
Kepada media pers, kita juga meletakkan
harapan: terus memberitakan kasus Nurhadi ini. Jangan sampai media pers
membiarkan beritanya menguap begitu saja. Soalnya, kasus ini akan menjadi ujian
juga bagi media pers: apakah mereka sungguh-sungguh ikut berjuang memberantas
korupsi atau hanya “hangat-hangat tahi ayam”.***
Rejodani,
3i Mei 2016
0 komentar:
Posting Komentar