“Jangan
jual Bali untuk kepentingan tertentu.”
SURABAYA—Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya (ITS) menolak tawaran untuk menyusun dokumen rencana
pelaksanaan reklamasi Teluk Benoa, Bali. Alasannya, proyek reklamasi tidak
hanya menyangkut persoalan ilmiah akademik.
“Kami
putuskan menolak. Saya sudah tanda tangan surat penolakan sebulan yang lalu,”
ujar Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITS Surabaya,
Adi Soeprajitno, saat dihubungi kemarin.
Adi
mengatakan ITS memutuskan tidak menerima tawaran dari PT Tirta Wahana Bali
Internasional (TWBI) tersebut lantaran masyarakat Bali menolak reklamasi.
Menurut dia, masalah sosial dan budaya masyarakat juga harus diperhitungkan.
“Terlebih menyangkut kepercayaan masyarakat Bali, sehingga kami memutuskan
untuk cenderung tidak menerima penawaran tersebut.”
Dia
menuturkan, sebulan sebelum proposal permintaan sebagai konsultan dari PT TWBI
diterima, perusahaan tersebut telah melakukan sejumlah pendekatan. Saat itu pula, Adi menambahkan LPPM ITS
melakukan koordinasi. “Sebelum memutuskan menerima, kami terlebih dulu melakukan
rapat, meninjau dari berbagai sisi, baru kami menentukan sikap,” ujarnya.
Penolakan
atas rencana reklamasi itu memang terus bergulir. Warga Desa Pakraman Lebih,
Gianyar, Bali, mendeklarasikan penolakan rencana reklamasi pantai seluas 700
hektare di wilayah desanya itu, sehari setelah Nyepi, Kamis lalu. Warga bersama
berbagai elemen masyarakat Bali lainnya sebelumnya juga telah menemui Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk menyampaikan penolakan rencana
reklamasi tersebut, akhir Februari lalu.
“Sudah
dua bulan hasil paruman (rapat) kami
yang secara tegas menolak reklamasi Teluk Benoa,” kata Jero Bandesa Adat Lebih,
Wayan Wisma, saat itu.
Wayan
cemas akan dampak dari reklamasi nanti terhadap desa dan masyarakat yang
tinggal di kawasan pesisir. Dia menunjuk reklamasi di Pulau Serangan yang
disebutnya menyebabkan puluhan hektare sawah di pantai menjadi korban terjangan
arus laut. Belum lagi naiknya permukaan air laut dan abrasi pantai. “Jangan
jual Bali untuk kepentingan tertentu,” katanya.
Koordinator
Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI), I Wayan “Gendo” Suardana,
mengatakan gelombang perlawanan reklamasi Teluk Benoa yang membesar menegaskan
bahwa rencana reklamasi di Teluk Benoa sangat tidak layak. “Ini menegaskan
bahwa kebijakan pemerintah tidak dikehendaki rakyat,” katanya.
Adapun
Direktur Utama PTTWBI Heru Budi Wasesa pernah menilai penolakan besar-besaran
terhadap reklamasi Teluk Benoa yang sudah berjalan selama tiga tahun itu
sebatas keraguan terhadap proyek PT TWBI. Menurut dia, kajian analisis mengenai
dampak lingkungan yang akan menentukan. “Kalau pemerintah mengizinkan, ya kami
jalan terus,” kata dia, dua pekan lalu.
Pada masa
yang sama, Gubernur Bali Made Mangku Pastika mempersilakan kelompok masyarakat
mengungkapkan penolakannya itu. Made Pastika menolak menanggapi lebih jauh
karena, menurut dia, izin reklamasi berasal dari pemerintah pusat lewat
mekanisme dalam Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014.
Adapun
Menteri Susi menyatakan menghargai kepedulian masyarakat Bali akan lingkungan
terkait dengan proyek reklamasi di Teluk Benoa. “Saya berharap, apapun
pembangunannya nanti, semestinya tidak merugikan lingkungan dan masyarakat,”
ujar Susi setelah menerima perwakilan dari berbagai elemen masyarakat di Bali,
di kantornya, akhir Februari lalu. (Artika
Rachmi/Bram Setiawan).
Demikian berita yang disiarkan Koran Tempo, 14 Maret 2016. Berita yang
memberikan inspirasi bagi perguruan tinggi lain untuk bersikap tegas dalam
menerima sebuah proyek. Soalnya, bagi ITS, proyek reklamasi Teluk Benoa, Bali,
bukan semata-mata urusan ilmiah akademik, tetapi juga menyangkut masalah sosial
dan budaya masyarakat Bali.
Penolakan ITS ini bisa menjadi rujukan bagi
perguruan tinggi lain ketika harus menghadapi masalah yang mirip. ITS telah
dengan cerdas melihat bahwa posisi perguruan tinggi tidak hanya memberikan
justifikasi sebuah proyek dari sisi ilmiah akademik, melainkan juga memberikan
pertanggungjawaban moral kepada masyarakat. ITS melihat bahwa proyek reklamasi
Teluk Benoa hanya akan menyengsarakan masyarakat di masa mendatang.
Memang Gubernur Bali “bermain” aman.
Menteri Susi pun bersikap normatif. Sehingga keduanya tidak memperlihatkan
keberpihakan yang tegas kepada masyarakat. Tetapi, ITS tidak ikut-ikutan
“bermain” aman dan bersikap normatif. Ia menghadirkan kepedulian yang besar
terhadap nasib rakyat. Dengan begitu, ITS tidak menjadi alat legitimasi
kebijakan lembaga swasta. Semoga ITS tetap istiqomah. Aamiin.***
Rejodani,
15 Maret 2016
0 komentar:
Posting Komentar