usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Senin, 16 Juni 2014

  



 
Menjawab Kekurangan Bidan Desa di Sorong Selatan
Penulis: Ana Nadhya Abrar
Penerbit: Akademi Kebidanan Yogyakarta, Yogyakarta
             Tahun Terbit: 2012
150 hal + xi


Pada sekitar tahun 2008, keluar Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua. Inpres tersebut segera diikuti oleh Keputusan Menteri Kesehatan tentang Percepatan Pembangunan Kesehatan Tanah Papua (P2KTP). Kedua kebijakan ini menjadi dasar hukum bagi Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat untuk melakukan pembangunan sektor kesehatan.

Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan dalam membangun sektor kesehatan adalah menyekolahkan anak-anak asal Kabupaten Sorong Selatan untuk dididik menjadi bidan desa di Akademi Kebidanan Yogyakarta (Akbidyo) mulai tahun ajaran 2009/2010. Nah, buku ini berkisah tentang apa yang dilakukan Akbidyo dalam mendidik mahasiswa asal Sorong Selatan untuk menjadi bidan desa.

Memang tidak mudah bagi Akbidyo menjadikan mahasiswa asal Sorong Selatan menjadi bidan desa. Namun, ia merasa mendapat kehormatan besar. Dengan perasaan tersebut, ia mengerahkan segala sumber daya sosial dan kulturalnya. Lebih dari itu, ia membayangkan bidan desa ini kelak bisa menurunkan angka kematian ibu dan anak. Maka, dengan penuh kesadaran dan penahanan diri ia memproses mahasiswa asal Sorong Selatan menjadi bidan desa.

  Berbagai kisah manis, pahit, suka, duka, serta memilukan lahir dari proses menjadikan mahasiswa asala Sorong Selatan menjadi bidan desa. Semua kisah itu terekam dalam buku ini. Semua kisah itu terjadi karena Akbidyo ingin, pertama, menghidupkan harapan tentang kemajuan kesehatan yang lebih baik di Kabupaten Sorong Selatan. Kedua, membangun kebersamaan dengan Kabupaten Sorong Selatan untuk mewujudkan harapan tentang kemajuan kesehatan yang lebih baik di Kabupaten Sorong Selatan. Ketiga, membuat mahasiswa yang berasal dari Kabupaten Sorong Selatan merasa nyaman dan bergairah mengikuti proses perkuliah di Akbidyo. Keempat, menjadikan disiplin sebagai salah satu cara untuk menggapai sukses.

Kendati begitu, semua mahasiswa asal Sorong Selatan merasa senang ketika menyadari bahwa mereka sudah menjadi bidan desa. Seorang Ulfa Tabibiati menyampaikan kesannya sebagai berikut:

Mau menangis rasanya ketika menyadari bahwa sekarang saya sudah punya pengetahuan dan keterampilan menjadi seorang bidan. Saya sangat terharu. Ketika pertama kali sampai di Akbidyo, saya tidak tahu apa-apa. Terima kasih saya untuk para bapak dan ibu dosen yang telah membimbing saya. Percayalah, saya tidak akan sia-siakan kebaikan Bapak dan Ibu dosen. Saya akan berusaha untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak di kampung saya.



Rejodani, 15 Juni 2014.

0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.