Struktur jurnalisme berkaitan dengan komponen yang terlibat dalam praktik
jurnalisme. Apa saja komponen itu?
Secara teknis, komponen struktur yang terlibat dalam praktik jurnalisme
terdiri atas; (i) wartawan (mulai dari
reporter, redaktur, hingga getekeepers),
dan (ii) kebijakan redaksional. Kedua komponen inilah yang mengisi struktur
jurnalisme. Kedua komponen ini memiliki posisi yang penting. Wartawan tidak
bisa bekerja dengan baik tanpa kebijakan redaksional yang menjadi panduan
kerjanya. Sebaliknya, kebijakan redaksional tidak mungkin terlaksana tanpa
adanya wartawan yang akan mengimplementasikannya.
1. Wartawan
1. Wartawan
Dalam kehidupannya sebagai awak media, wartawan merupakan ujung tombak
media pers. Mereka adalah “ibarat mata rantai yang menyatu, saling bahu
membahu, isi mengisi dalam upaya menghasil produk media yang berkualitas”
(Aziz, 1992:3). Tidak heran bila wartawan perlu mengusahakan kekompakan dam
kebersamaan di antara sesama mereka. Bila ada persoalan yang menyangkut
kebersamaan, mereka harus mengatasinya bersama-sama dalam semangat kebersamaan.
Sampai di sini muncul persoalan, mengapa para wartawan harus menggalang
kebersamaan? Jawabannya sangat tegas: berita yang mereka hasilkan merupakan
produk bersama. Berita tersebut merupakan hasil kerja kolektif. Semua wartawan
bertanggung jawab terhadap kualitas berita bersangkutan.
Dalam konteks inilah kemudian sangat diperlukan solidaritas para wartawan.
Seorang wartawan harus memiliki rasa solidaritas terhadap koleganya. Ketika
berhubungan dengan wartawan lain, dia tidak hanya terkait secara fungsional dan
aksidental, tetapi juga secara emosional. Untuk itu, seperti kata Kasdin
Sihotang (2009:104), diperlukan keterbukaan dan penyerahan diri. Ada pengakuan
yang tulus bahwa seorang wartawan memerlukan wartawan lain.
Tentu saja tidak mudah bagi wartawan bersikap seperti ini. Namun, mereka
harus tetap mengusahakannya. Bagaimana caranya? Pertama, wartawan harus menanamkan nilai dalam dirinya bahwa dia
tidak bisa menghasilkan berita yang tersiar tanpa kehadiran wartawan lain. Kedua, wartawan perlu membangun
kesadaran dalam dirinya bahwa dia tidak mungkin bisa berkembang tanpa
keberadaan wartawan lain. Dari nilai dan kesadaran inilah terbangun kesadaran
di kalangan wartawan bahwa mereka hanya bisa berhasil ketika mereka bekerja
bersama-sama dengan wartawan lain.
Dalam keadaan begitulah seharusnya wartawan mengimplementasikan kebijakan
redaksional mulai dari mengumpulkan fakta hingga menyiarkan berita. Memang
tidak mudah bagi seorang wartawan untuk menjelaskan bagaimana dia
mengimplementasikan kebijakan redaksional dalam mengerjakan tugasnya.
2. Kebijakan Redaksional
2. Kebijakan Redaksional
Kebijakan redaksional merupakan gabungan kondisi objektif khalayak sebuah
media pers dan cita-cita institusional media pers. Kondisi objektif khalayak
berkaitan dengan status sosial-ekonomi dan kebutuhan informasi mereka. Tidak
semua orang yang memiliki status sosial-ekonomi yang tinggi membutuhkan berita
yang berkualitas. Sebaliknya, tidak semua orang yang memiliki status
sosial-ekonomi yang rendah membutuhkan berita yang tidak berkualitas. Wajar
bila media pers secara berkala mengadakan survei khalayak untuk mengetahui
kebutuhan informasi khalayaknya.
Namun, pengetahuan tentang kebutuhan informasi khalayak ini sudah harus
dimiliki sebelum sebuah media pers terbit. Pengetahuan ini bisa menjadi pedoman
untuk menyusun kriteria tentang ciri-ciri berita yang kelak harus disiarkan
sebuah media pers. Pengetahuan ini bisa pula menjadi alat untuk mengetahui
persoalan apa yang sedang dihadapi khalayak sebuah media pers. Bahkan,
pengetahuan ini bisa menjadi dasar untuk mengarahkan khalayak ke arah yang
sesuai dengan cita-cita institusional media pers.***
Rejodani,
14 Juni 2014
0 komentar:
Posting Komentar