usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Sabtu, 14 Juni 2014


Struktur jurnalisme berkaitan dengan komponen yang terlibat dalam praktik jurnalisme. Apa saja komponen itu?  Secara teknis, komponen struktur yang terlibat dalam praktik jurnalisme terdiri atas; (i)  wartawan (mulai dari reporter, redaktur, hingga getekeepers), dan (ii) kebijakan redaksional. Kedua komponen inilah yang mengisi struktur jurnalisme. Kedua komponen ini memiliki posisi yang penting. Wartawan tidak bisa bekerja dengan baik tanpa kebijakan redaksional yang menjadi panduan kerjanya. Sebaliknya, kebijakan redaksional tidak mungkin terlaksana tanpa adanya wartawan yang akan mengimplementasikannya.

1. Wartawan

Dalam kehidupannya sebagai awak media, wartawan merupakan ujung tombak media pers. Mereka adalah “ibarat mata rantai yang menyatu, saling bahu membahu, isi mengisi dalam upaya menghasil produk media yang berkualitas” (Aziz, 1992:3). Tidak heran bila wartawan perlu mengusahakan kekompakan dam kebersamaan di antara sesama mereka. Bila ada persoalan yang menyangkut kebersamaan, mereka harus mengatasinya bersama-sama dalam semangat kebersamaan.

Sampai di sini muncul persoalan, mengapa para wartawan harus menggalang kebersamaan? Jawabannya sangat tegas: berita yang mereka hasilkan merupakan produk bersama. Berita tersebut merupakan hasil kerja kolektif. Semua wartawan bertanggung jawab terhadap kualitas berita bersangkutan.

Dalam konteks inilah kemudian sangat diperlukan solidaritas para wartawan. Seorang wartawan harus memiliki rasa solidaritas terhadap koleganya. Ketika berhubungan dengan wartawan lain, dia tidak hanya terkait secara fungsional dan aksidental, tetapi juga secara emosional. Untuk itu, seperti kata Kasdin Sihotang (2009:104), diperlukan keterbukaan dan penyerahan diri. Ada pengakuan yang tulus bahwa seorang wartawan memerlukan wartawan lain.

Tentu saja tidak mudah bagi wartawan bersikap seperti ini. Namun, mereka harus tetap mengusahakannya. Bagaimana caranya? Pertama, wartawan harus menanamkan nilai dalam dirinya bahwa dia tidak bisa menghasilkan berita yang tersiar tanpa kehadiran wartawan lain. Kedua, wartawan perlu membangun kesadaran dalam dirinya bahwa dia tidak mungkin bisa berkembang tanpa keberadaan wartawan lain. Dari nilai dan kesadaran inilah terbangun kesadaran di kalangan wartawan bahwa mereka hanya bisa berhasil ketika mereka bekerja bersama-sama dengan wartawan lain. 
  
Dalam keadaan begitulah seharusnya wartawan mengimplementasikan kebijakan redaksional mulai dari mengumpulkan fakta hingga menyiarkan berita. Memang tidak mudah bagi seorang wartawan untuk menjelaskan bagaimana dia mengimplementasikan kebijakan redaksional dalam mengerjakan tugasnya.

2. Kebijakan Redaksional

Kebijakan redaksional merupakan gabungan kondisi objektif khalayak sebuah media pers dan cita-cita institusional media pers. Kondisi objektif khalayak berkaitan dengan status sosial-ekonomi dan kebutuhan informasi mereka. Tidak semua orang yang memiliki status sosial-ekonomi yang tinggi membutuhkan berita yang berkualitas. Sebaliknya, tidak semua orang yang memiliki status sosial-ekonomi yang rendah membutuhkan berita yang tidak berkualitas. Wajar bila media pers secara berkala mengadakan survei khalayak untuk mengetahui kebutuhan informasi khalayaknya.

Namun, pengetahuan tentang kebutuhan informasi khalayak ini sudah harus dimiliki sebelum sebuah media pers terbit. Pengetahuan ini bisa menjadi pedoman untuk menyusun kriteria tentang ciri-ciri berita yang kelak harus disiarkan sebuah media pers. Pengetahuan ini bisa pula menjadi alat untuk mengetahui persoalan apa yang sedang dihadapi khalayak sebuah media pers. Bahkan, pengetahuan ini bisa menjadi dasar untuk mengarahkan khalayak ke arah yang sesuai dengan cita-cita institusional media pers.***

Rejodani, 14 Juni 2014

0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.