Perdana
Menteri Korea Selatan Chung Hong-won mengumumkan pengunduran dirinya
di tengah kritik atas penanganan pemerintah dalam insiden feri
tenggelam Sewol.
Kapal
yang memuat 476 orang - kebanyakan adalah siswa dan guru - dalam
perjalanan menuju Pulau Jeju.
Para
penyelam sudah mengangkat 183 jenazah dari kapal yang tenggelam itu,
namun ratusan orang yang sebelumnya dinyatakan hilang kini diduga
telah tewas.
Dalam
insiden ini, mereka yang hidup mengaku 'dihantui' oleh kenangan pahit
yang sulit dilupakan.
"Saya
ingin mengundurkan diri lebih cepat, tetapi menangani situasi adalah
prioritas utama dan saya berpikir itu adalah tindakan yang tanggung
jawab sebelum saya pergi," kata Chung dengan muka yang suram,
Minggu (27/04).
"Namun
saya memutuskan untuk mengundurkan diri sekarang, (agar) tidak lagi
menjadi beban bagi administrasi."
Kerabat
korban berulang kali mengkritik pemerintah atas lambannya operasi
penyelamatan.
Sehari
setelah insiden terjadi, Chung dicemooh dan seseorang melemparkan
botol air minum kepadanya saat dia mengunjungi para orang tua yang
berduka.
Pada
Minggu (27/04), para penyelam berjuang melawan kondisi cuaca sangat
menantang untuk mencoba yang terperangkap dalam feri tenggelam.
Seorang
juru bicara penjaga pantai mengatakan ombak bergelung tinggi didorong
angin kencang sehingga menyulitkan upaya evakuasi.
"Situasinya
sangat sulit karena cuaca, tapi kami melanjutkan upaya pencarian,
menggunakan waktu di mana cuaca tenang yang terjadi sesekali,"
katanya.
Dia
menambahkan bahwa 93 penyelam akan mengambil bagian dalam operasi
hari ini.
Demikian
berita yang disiarkan oleh BBC
Indonesia pada 27 April 2104-09.12 WIB (lihat
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2014/04/140427_pm_korsel_mundur.shtml).
Berita tersebut juga disertai foto sang perdana menteri. Di bawah
foto tersebut terdapat keterangan: Chung
Hong-won mengatakan pengunduran dirinya adalah "keputusan yang
benar."
Dari
sisi redaksional, berita ini biasa-biasa saja. Namun, ide yang
dikandung fakta dalam berita tersebut sangat bagus. Yakni, Chung
Hong-won menganggap pekerjaan memiliki dimensi etis. Dengan anggapan
seperti ini, dia berpendapat bahwa sebuah pekerjaan harus punya nilai
kebaikan buat dirinya dan buat orang lain. Ketika pekerjaan itu hanya
bernilai buat dirinya dan tidak bernilai buat orang lain, dia memilih
mundur dari jabatannya.
Bila
dilihat lebih lanjut, Chung Hong-won, paling tidak, memiliki dua
nilai etis pekerjaan. Pertama, keadilan. Dia menghargai
hak-hak rakyatnya. Ketika hak rakyatnya terganggu karena
pekerjaannya, dia merasa tidak nyaman. Dia pun tidak betah dengan
jabatan itu. Dia rela mengundurkan diri.
Kedua,
tanggung jawab. Dia bertanggung jawab terhadap rakyat. Dia merasa
punya kewajiban moral untuk mengurusi rakyatnya. Pada saat dia
melihat rakyatnya meninggal karena anak buahnya, dia merasa harus
bertanggung jawab. Dia tidak mau berdalih atau mencari kambing hitam.
Dia putuskan untuk mundur saja.
Mungkin
para pejabat Indonesia akan menganggap Chung Hong-won berlebihan.
Mungkin juga mereka akan mengatakan bahwa Chung Hong-won menggunakan
politik pencitraan. Namun, filosofi yang dianut Chung Hong-won sangat
manusiawi. Ia akan membangkitkan humanisme. Itulah sebabnya berita
ini mengandung ide yang sangat bagus, bukan hanya kumpulan fakta.
Semoga sikap dan tindakan Chung Hong-won ini bisa menjadi inspirasi
buat banyak orang. Amin.***
Rejodani,
29 April 2014
0 komentar:
Posting Komentar