usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Senin, 02 Mei 2016



Dilaporkan karena dinilai tidak jujur
dalam menyampaikan profilnya.

Eko Ari Wibowo
ari@tempo.co.id

JAKARTA—Ketua Majelis Kehormatan Kode Etik Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan akan menyelidiki dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua BPK Harry Azhar Azis. Koalisi Selamatkan BPK, kemarin, melaporkan Harry setelah namanya tercantum dalam Panama Papers. “Kalau ada (laporan) yang masuk, biasanya panitera melaporkan, lalu mengundang anggota Majelis Kehormatan. Baru dibahas langkah-langkah yang akan diambil,” ujar Moermahadi saat dihubungi, kemarin.
Moermahadi menjelaskan, Majelis Kehormatan akan menggelar rapat sebelum menentukan waktu sidang. Dari hasil rapat, kata dia, majelis akan melihat apakah perlu melakukan pemeriksaan atau langsung bersidang. “Kalau perlu pemeriksaan, kami membentuk tim untuk memeriksa,” katanya. Menurut Moermahadi, jangka waktu pemeriksaan kode etik oleh anggota BPK berbeda-beda, bergantung pada kasus kode etik yang dilaporkan. “Pemeriksaan pun tidak memiliki batas waktu.”
Nama Harry terseret dalam pusaran kasus Panama Papers—bocornya dokumen milik firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca. Harry diketahui memiliki perusahaan bernama Sheng Yue International Limited. Menurut dokumen Mossack Fonseca, Harry mendirikan perusahaan tersebut pada Februari 2010. Saat itu, Harry menjabat Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat.
Koalisi Selamatkan BPK, yang terdiri atas lembaga swadaya Indonesia Budged Center, Media Link, Indonesia  parliamentary Center, Indonesia Corruption Watch, dan Perkumpulan Inisiatif, merekomendasikan pemeriksaan terhadap Harry. Juru bicara Koalisi, Roy Salam, menyebut Harry telah melakukan tiga pelanggaran.
Pertama, dia diduga melanggar Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2011 Pasal 8 ayat 2 huruf G yang menyebutkan anggota BPK dilarang menjalani profesi lain yang dapat mengganggu independensi, integritas, dan profesionalitasnya. “Ada dugaan rangkap jabatan,” kata Roy.
Kedua, Harry diduga melanggar Peraturan BPK, Pasal 6 ayat 1 huruf C karena dinilai tidak jujur dalam menyampaikan profilnya di situs resmi BPK. Seharusnya, Roy melanjutkan, jabatan dan kepemilikan di perusahaan Sheng Yue disampaikan dalam latar belakang.
Selain melanggar Peraturan BPK, kata Roy, Harry dinilai melanggar Pasal 5 ayat 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara, yang mewajibkan pejabat melaporkan harta kekayaannya. Menurut pantauan Koalisi, sejak terpilih sebagai Ketua BPK, Harry baru menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara pada 2003 dan 2010. “Apabila (nantinya) dinyatakan terbukti melanggar kode etik, kami minta mejelis memberikan sanksi pemberhentian secara tidak hormat,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, Tempo tak berhasil meminta komentar Harry mengenai laporan tersebut. Harry tak merespons panggilan telepon dan pesan yang dikirimkan. Sebelumnya, Harry mengklarifikasi keterlibatannya dalam Panama Papers kepada Presiden Joko Widodo dan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi. Ia mengklaim keduanya sudah mempermasalahkan hal tersebut. “Kepada Dirjen Pajak, saya sampaikan bahwa perusahaan itu sudah tidak ada lagi,” ucapnya. Dia juga menyatakan mencantumkan perusahaan itu dalam surat pemberitahuan pajak tahunan pribadinya. (Angelina Anjar Sawitri/Mitra Tarigan). 

                Demikian berita yang disiarkan Koran Tempo,  Rabu, 27 April 2016. Berita ini mengingatkan masyarakat bahwa seorang Ketua BPK harus jujur, tidak boleh merangkap jabatan dan harus melaporkan harta kekayaannya. Pelanggaran kaidah etis ini akan menyebabkan dia kehilangan integritas, independensi dan profesionalitasnya. Kalau sudah begini, bagaimana mungkin dia bisa melaksanakan tugasnya dengan baik?

          Kepatuhan Harry Azhar Azis terhadap kaidah etis tersebut bukan berurusan dengan Presiden atau dirjen pajak, melainkan dengan dirinya sendiri. Kalau Harry mengatakan bahwa ketidakpatuhanya pada kaidah etis tidak dipermasalahkan Presiden dan Dirjen Pajak, sesungguhnya pemahamannya tentang kaidah etis sangat dangkal. Dia tidak hanya paham tentang etika keutamaan seorang Ketua BPK, tetapi juga etika kewajibannya. Orang seperti ini seharusnya tidak layak menjadi Ketua BPK. Dia tidak akan bisa menumbuhkan perbuatan moral dari dalam dirinya.

          Mengapa Harry Azhar Azis bersikap seperti itu? Bagi Hamka, seperti tertulis dalam buku Etika Hamka, percaya kepada Allah bisa menumbuhkan perbuatan moral, termasuk tanggung jawab. Artinya, percaya kepada Allah akan menjadi pendorong manusia untuk mematuhi kaidah etis. Apakah ini berarti kita harus meragukan kepercayaan Harry terhadap Allah? Entahlah!

          Yang jelas, usaha Koalisi Selamatkan BPK perlu memperoleh apresiasi yang tinggi.***

Surabaya, 30 April 2016

0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.