usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Kamis, 16 April 2015

Mungkin ada orang yang heran mendengar istilah “kritik jurnalisme”. Keheranan itu masuk akal. Soalnya, jurnalisme bisa menghasilkan berita yang mengkritik pemerintah dan bisa pula melahirkan berita yang mengkritik masyarakat. Dengan kata lain, jurnalisme sudah biasa melakukan kritik. Hal ini sejalan dengan salah satu fungsi media pers: mengawasi.

Kalau kemudian muncul istilah “kritik jurnalisme”, lalu apa maknanya? Apakah kritik terhadap praktik jurnalisme? Kadang-kadang praktik jurnalisme memang perlu dikritik, agar bisa mencapai kinerja yang ideal. Namun, istilah “kritik jurnalisme” biasanya dipakai dalam lingkungan kritik seni rupa. Simaklah pengertian “kritik jurnalisme”, seperti ditulis Sem C. Bangun dalam buku Kritik Seni Rupa,  berikut:


Karakteristik utama kritik jurnalisme adalah aspek pemberitaan. Kritik ini ditulis untuk pembaca surat kabar dan majalah. Tujuannya adalah memberikan informasi kepada mereka tentang berbagai peristiwa dalam dunia kesenian. Isinya berupa ulasan ringkas dan jelas mengenai suatu pameran. Jadi, jenis kritik jurnalisme jarang ditulis dengan ulasan panjang yang disertai dengan analisis sistematis yang lengkap. (hal. 8).



          Kutipan ini memperlihatkan bahwa kritik jurnalisme merupakan kritik terhadap peristiwa kesenian (termasuk pameran), yang disampaikan dalam format berita. Cara penyajian beritanya seperti penyajian berita yang biasa dilakukan surat kabar: sederhana, padat, jelas, dan sebagainya. Cara penyajian seperti ini bisa dicapai dengan menggunakan bahasa jurnalistik (Ciri-ciri bahasa jurnalistik bisa dilihat pada Partner Jurnalisme dalam blog ini). Tegasnya, muatan beritanya tentang peristiwa kesenian dan pameran, namun penyajiannya menggunakan bahasa jurnalistik.

          Pameran, dalam konteks ilmu komunikasi, merupakan salah satu metode komunikasi (Effendy, 1984: 10). Ia merupakan kegiatan pertunjukan di depan publik, mulai dari seni, industri hingga prestasi. Dengan demikian, pameran menjadi penting buat kesenian. Dari pameran itu bisa dilihat bagaimana penghayatan seniman terhadap kehidupan. Bukankah penghayatan terhadap kehidupan merupakan titik-tolak seniman dalam berkarya seni?

          Memang muatan isi kritik terhadap pameran merupakan bagian dari kesenian. Namun, pamerannya dan gaya bahasa yang dipakai untuk menyajikan isi kritik sudah merupakan bagian dari metode berkomunikasi. Karena itu, kritik jurnalisme bisa juga menjadi bagian dari kajian ilmu komunikasi. Dalam keadaan beginilah kita makin yakin bahwa sebuah ilmu harus membuka diri terhadap ilmu lain.***

Rejodani, 15 April 2015


0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.