Mungkin ada orang yang heran
mendengar istilah “kritik jurnalisme”. Keheranan itu masuk akal. Soalnya,
jurnalisme bisa menghasilkan berita yang mengkritik pemerintah dan bisa pula
melahirkan berita yang mengkritik masyarakat. Dengan kata lain, jurnalisme
sudah biasa melakukan kritik. Hal ini sejalan dengan salah satu fungsi media
pers: mengawasi.
Kalau kemudian muncul istilah
“kritik jurnalisme”, lalu apa maknanya? Apakah kritik terhadap praktik
jurnalisme? Kadang-kadang praktik jurnalisme memang perlu dikritik, agar bisa
mencapai kinerja yang ideal. Namun, istilah “kritik jurnalisme” biasanya
dipakai dalam lingkungan kritik seni rupa. Simaklah pengertian “kritik
jurnalisme”, seperti ditulis Sem C. Bangun dalam buku Kritik Seni Rupa, berikut:
Karakteristik utama kritik jurnalisme adalah aspek pemberitaan. Kritik ini ditulis untuk pembaca surat kabar dan majalah. Tujuannya adalah memberikan informasi kepada mereka tentang berbagai peristiwa dalam dunia kesenian. Isinya berupa ulasan ringkas dan jelas mengenai suatu pameran. Jadi, jenis kritik jurnalisme jarang ditulis dengan ulasan panjang yang disertai dengan analisis sistematis yang lengkap. (hal. 8).
Kutipan
ini memperlihatkan bahwa kritik jurnalisme merupakan kritik terhadap peristiwa
kesenian (termasuk pameran), yang disampaikan dalam format berita. Cara
penyajian beritanya seperti penyajian berita yang biasa dilakukan surat kabar:
sederhana, padat, jelas, dan sebagainya. Cara penyajian seperti ini bisa
dicapai dengan menggunakan bahasa jurnalistik (Ciri-ciri bahasa jurnalistik
bisa dilihat pada Partner Jurnalisme
dalam blog ini). Tegasnya, muatan
beritanya tentang peristiwa kesenian dan pameran, namun penyajiannya
menggunakan bahasa jurnalistik.
Pameran,
dalam konteks ilmu komunikasi, merupakan salah satu metode komunikasi (Effendy,
1984: 10). Ia merupakan kegiatan pertunjukan di depan publik, mulai dari seni,
industri hingga prestasi. Dengan demikian, pameran menjadi penting buat
kesenian. Dari pameran itu bisa dilihat bagaimana penghayatan seniman terhadap
kehidupan. Bukankah penghayatan terhadap kehidupan merupakan titik-tolak seniman
dalam berkarya seni?
Memang
muatan isi kritik terhadap pameran merupakan bagian dari kesenian. Namun,
pamerannya dan gaya bahasa yang dipakai untuk menyajikan isi kritik sudah
merupakan bagian dari metode berkomunikasi. Karena itu, kritik jurnalisme bisa
juga menjadi bagian dari kajian ilmu komunikasi. Dalam keadaan beginilah kita
makin yakin bahwa sebuah ilmu harus membuka diri terhadap ilmu lain.***
Rejodani,
15 April 2015
0 komentar:
Posting Komentar