usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Kamis, 16 April 2015

  

Tatakelola Jurnalisme Politik
Penulis: Ana Nadhya Abrar
Penerbit: Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
             Tahun Terbit: 2015
223 halaman + xiv




 Proses penerbitan buku ini diawali oleh sebuah penelitian tentang wajah jurnalisme politik di Indonesia. Penelitian ini dilakukan terhadap jurnalisme Kompas dan jurnalisme Media Indonesia pada 2014. Hasil penelitian ini kemudian dianalisis dan dijadikan dasar untuk merumuskan tatakelola jurnalisme politik. 

Dalam pada itu, Kompas dan Media Indonesia sudah lama mempraktikkan jurnalismenya masing-masing. Khalayak kedua media pers tersebut sudah terbiasa dengan praktik jurnalisme medianya. Mereka pun tidak punya masalah dengan praktik jurnalisme semacam itu.  

Kalau kemudian buku ini menekankan perlunya media pers dan wartawan untuk mengevaluasi jurnalisme politik masing-masing, apakah khalayak Kompas dan Media Indonesia akan menganggapnya sebagai sebuah kesadaran baru tentang jurnalisme politik? Tentu tidak mudah menjawabnya. Sebab, kesadaran baru tentang jurnalisme politik lahir sebagai akibat dari penghayatan yang dalam terhadap kehidupan yang ditimbulkan oleh jurnalisme politik itu. Sampai di sini, muncul pertanyaan berikut, berapa jumlah khalayak Kompas dan Media Indonesia yang benar-benar menghayati kehidupan yang diakibatkan praktik jurnalisme keduanya? Juga tidak mudah menjawab pertanyaan ini.

Maka, biarlah wartawan saja yang mendidik diri mereka untuk melakukan tatakelola jurnalisme politik yang baik dan benar. Biarlah wartawan saja yang mengabaikan rumor dalam penyiaran berita politik. Biarlah wartawan saja yang mengusahakan proses jurnalisme politik yang berorientasi pada penyediaan informasi politik untuk menjadikan khalayak punya pilihan-pilihan politik yang rasional.

Kalau kemudian timbul pertanyaan tentang bagaimana caranya? Buku ini, terutama Bab VII, bisa membantu. Bab ini menjelaskan dua model tatakelola jurnalisme politik yang bisa diadaptasi dan dipraktikkan. Sedangkan bab-bab lain mendiskusikan rasionalitas yang mendukung lahirnya pedoman tersebut.***

Rejodani, 15 April 2015



0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.