Setelah Bekasi, beras yang diduga mengandung
plastik
ditemukan di kota lain.
SOLO—Presiden Joko Widodo berjanji akan
menelusuri motif beredarnya beras sintesis mengandung plastik. Dari masukan
sejumlah pakar beras, Jokowi ragu beredarnya beras, Jokowi ragu beredarnya
beras mengandung plastik itu dilatarkelakangi motif mencari keuntungan.
“Secara logika, enggak masuk
kalau motifnya mencari untung karena harga plastik lebih mahal dari beras,”
kata Jokowi saat mengikuti acara car-free day di Jalan Slamet Riyadi,
Solo, kemarin.” Yang paling penting, akar masalahnya apa? Dicek bener. Motivasinya
apa?”
Jokowi mengatakan pemerintah
masih menunggu hasil pengujian dari laboratorium Badan Pengawas Obat dan
Makanan serta laboratorium Institut Pertanian Bogor terhadap beras yang diduga
mengandung plastik yang ditemukan di Bekasi. Sampel beras diambil dari Dewi
Septiani, warga pelapor kasus beras plastik ke Kepolisian Resor Kota Bekasi,
serta Sembiring, pemilik toko beras di Pasar Tanah Merah, Bekasi.
Akhir pekan lalu, PT Sucofindo
sudah mengeluarkan hasil pengujian sampel beras yang sama atas permintaan
Pemerintah Kota Bekasi. Hasil pengujian itu menemukan adanya tiga senyawa
plastik berupa pelentur (plasticer) yang biasa dipakai sebagai bahan
dasar pembuatan pipa, kabel, dan komponen lain. Mengkonsumsi beras ini, menurut
temuan Sucofindo, akan berisiko menyebabkan diare, bahkan bisa memicu kanker
hingga kematian.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel
sudah meminta penyidik Badan Reserse Kriminal Polri dan Badan Intelijen Negara
menelusuri dari hulu hingga hilir apakah peredaran beras sintetis itu diimpor secara
ilegal atau merupakan produk dalam negeri. Penelusuran ini untuk memasrikan
motif pelaku. “Apakah sekadar pidana pencari untung semata, atau ada tindakan
kriminalitas dengan motif-motif tertentu yang merugikan pemerintah,” ujarnya.
Sampai kemarin, ada sejumlah
laporan temuan beras sintetis atau beras mengandung plastik di sejumlah daerah.
Misalnya, Dinas Perdagangan Yogyakarta kemarin menerima laporan adanya beras
sintetis dari salah seorang warga Kecamatan Rongkop, Gunungkidul. Dinas
Perdagangan Kota Depok juga menerima laporan ihwal beras yang diduga mengandung
plastik yang telah dibeli warga Cilodong, Depok.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo
Kumolo menduga ada motif politik dan upaya makar dalam peredaran beras plastik
ini. Alasannya, kata dia, beras ini sangat berbahaya jika dikonsumsi
masyarakat. Walhasil, ujar Tjahjo, beras plastik akan merusak citra pemerintah
saat ini. “Kita percayakan kepada BIN (Badan Intelijen Negara) dan Kepolisian
untuk mengusut tuntas,” ujarnya.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin
Haiti berjanji mengusut siapa dalang di balik peredaran beras ini. “Kami masih
menunggu hasil laboratorium,” ujar Badrodin. “Jika ada pidana, kami akan jerat
dengan Undang-Undang Pangan.”
Pengamat intelijen dari
Universitas Indonesia, Wawan Purwanto, meminta pemerintah tak berspekulasi
ihwal motif peredaran beras plastik. Dia menyarankan agar pemerintah membuktikan
lebih dulu kasus itu secara hukum. “Jadi ada atau tidak motif politik itu harus
dibuktikan secara hukum, bukan spekulasi,” ucapnya (Ahmad Rafiq/Tika
P/Shinta Maharani/Imam Hamdi/Indra Wijaya/Anton A.
Demikian berita
yang disiarkan Koran Tempo, 25 Mei 2015. Sekalipun berita ini belum secara
spesifik menjelaskan motif di balik isu beredarnya beras plastik, informasinya
masuk akal. Lebih dari itu, Presiden Jokowi ternyata memiliki akal sehat. Ini
terlihat dari pernyataannya: “Secara
logika, enggak masuk akal kalau motifnya mencari untung karena harga plastik
lebih mahal dari beras”.
Kenyataan ini melegakan khalayak. Koran Tempo ingin memelihara akal sehat
pembacanya. Presiden juga ingin memelihara akal sehat rakyatnya. Dengan akal
sehat yang terpelihara, tentu tidak mudah pihak lain menjebak atau
menjerumuskan mereka.
Kendati begitu, motif di balik isu
beredarnya beras plastik itu harus tetap diusut tuntas. Bisa saja ada orang
yang berspekulasi bahwa isu tersebut untuk menghindari masyarakat membeli beras
impor. Kalau benar demikian, tentu saja bagus. Soalnya, masyarakat akan
berduyun-duyun membeli beras dalam negeri, yang pada gilirannya akan
menguntungkan para petani.
Namun, masih ada motif lain bukan? Jadi
pemerintah harus tetap mengusutnya. Sembari menunggu hasilnya, kita perlu
berterima kasih pada Koran Tempo yang
tetap memelihara akal sehat pembacanya.***
Rejodani, 31 Mei 2015


0 komentar:
Posting Komentar