Dulu, di Indonesia, kita
mengenal istilah media jaringan. Istilah ini mengandung konsep kerja sama manajemen media. Misalnya:
dua buah surat kabar yang berbeda politik redaksionalnya bahu-membahu
memproduksi dan memasarkan hasil penerbitan masing-masing. Dengan begitu, biaya
produksi berita menjadi lebih murah. Berita pun bisa disiarkan di beberapa
surat kabar.
Kendati begitu, jurnalisme yang
dipraktikkan oleh media jaringan tersebut tidak bisa disebut sebagai jurnalisme
jaringan. Jurnalismenya tetap saja jurnalisme biasa saja (as usual). Yang disebut dengan jurnalisme jaringan, kata, Jarvis,
seperti dikutip Ansgard Heinrich dalam buku Network
Journalism, merupakan kolaborasi antara wartawan profesional dan wartawan
amatir untuk memperoleh berita, melalui jaringan di antara mereka (hal. 57).
Lewat jaringan ini pula jurnalis jaringan berbagi fakta, pertanyaan, jawaban,
ide, bahkan perspektif. Dengan begitu, fokus mereka lebih dari sekadar berita
yang dihasilkan.
Sampai di sini muncul
pertanyaan, alat apa yang dipakai jurnalis jaringan dalam mempraktikkan jurnalismenya?
Tentu saja internet. Melalui internet lah mereka berbagi fakta, ide, dan
perspektif. Lewat internet juga mereka menyepakati berita yang akan mereka
siarkan. Bahkan, melalui internet pula mereka menyiarkan berita yang mereka
hasilkan.
Kendati begitu, internet bukan
satu-satunya media yang dipakai jurnalis jaringan dalam menyiarkan berita hasil
praktik jurnalisme jaringan. Mereka juga menggunakan televisi swasta. Khusus
mengenai yang terakhir ini, tentu saja mereka harus “berkompromi” dengan media mainstream. Dalam konteks ini, reporter
televisi swasta harus berbagi konsep tentang bagaimana memproduksi sebuah
berita kepada wartawan amatir.
Mungkin agak sulit membayangkan
bagaimana sebuah berita yang dihasilkan oleh jurnalis jaringan bisa
memberdayakan khalayak secara langsung. Namun, kenyataan di atas menunjukkan
bahwa sebenarnya jurnalisme jaringan mirip dengan jurnalisme warga. Kalau jurnalisme
warga dipraktikkan oleh wartawan amatir semata, jurnalisme jaringan dipraktikkan
oleh wartawan profesional dan wartawan amatir bersama-sama. Tujuan mereka hanya
satu: memberdayakan khalayak secara langsung.
Mungkin agak sulit pula
mempraktikkan jurnalisme jaringan di Indonesia. Namun, secara konseptual, ia memberi
kesempatan kepada berbagai pihak untuk memberikan informasi, termasuk informasi
rahasia. Ia, bahkan, bisa menjadi titik awal terciptanya ruang publik yang
bersifat global.***
Rejodani,
15 Juni 2015


0 komentar:
Posting Komentar