JAKARTA—Pegiat antikorupsi di Indonesia
Corruption Watch (ICW) menilai Wakil Presiden Jusuf Kalla menunjukkan sikap tak
mendukung pemberantasan korupsi. Dalam sejumlah pernyataannya, Kalla
seolah-olah memberi ruang kepada bawahannya untuk menerabas aturan. “Wakil Presiden
memberi angin segar kepada birokrat agar tak bersikap antikorupsi,” kata
Koordinator Badan Pekerja ICW, Ade Irawan, kemarin.
Salah satu sikap Kalla yang
dikritik Ade adalah saat dia membela Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris
Jenderal Budi Waseso, yang sempat menolak melaporkan kekayaannya ke Komisi
Pemberantasan Korupsi. Kalla memakluminya dengan alasan kekayaan Budi tak
besar. Lagi pula, kata Kalla, Budi pernah melaporkan hartanya ketika menjabat
Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo pada 2012.
Menurut Ade, pernyataan Kalla
bisa membuat birokrat lain meniru cara pandangnya. Padahal, dalam Undang-Undang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme disebutkan, seorang pejabat wajib melaporkan dan mengumumkan kekayaannya
sebelum dan setelah menjabat. “Harusnya, kalau ada yang tidak ikut aturan,
jangan dibela,” kata Ade.
Kalla pun dianggap ikut
menggembosi Komisi Pemberantasan Korupsi. Tiga hari yang lalu, di Bintan,
Kepulauan Riau, ia mengatakan penyidik KPK mesti berasal dari kepolisian dan
kejaksaan. Ditanya lagi ihwal ini dua hari yang lalu, Kalla menegaskan hal
tersebut mesti sesuai dengan undang-undang. Pernyataan Kalla senada dengan
pendapat Budi Waseso yang menilai aturan penyelidik dan penyidik dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana lebih mengikat ketimbang Undang-Undang KPK.
Ketika memutus praperadilan yang
diajukan bekas Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo, hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, Haswandi, memerintahkan KPK bukan dari kepolisian dan
kejaksaan. Khusus penyelidik, menurut dia, mesti berasal dari kepolisian.
KPK berkukuh punya kewenangan
mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri sesuai dengan Undang-Undang KPK yang
berlaku khusus (lex specialis). Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi,
Ahmad Sodiki, juga berpendapat KPK boleh mengabaikan KUHAP karena memiliki
aturan sendiri. “KPK sudah dilindungi ketentuan yang berlaku khusus, terutama
dalam hal menyidik korupsi,” kata Sodiki.
Ade Irawan meminta Kalla
menunjukkan sikap yang sejalan dengan Presiden Joko Widodo. “Presiden sudah
lumayan menunjukkan komitmen dan keberpihakan pada pemberantasan korupsi,” ujar
Ade.
Juru bicara Wakil Presiden,
Hussain Abdullah, mengatakan, dalam sejumlah pernyataannya, Kalla memang
seperti menyindir KPK. Padahal, kata Hussain, hal itu merupakan kritik Kalla
agar KPK lebih baik. “Kritik itu kadang disalahartikan oleh masyarakat,”
ujarnya.
Hussain menyangkal Kalla tak
antikorupsi. “Segala kebijakan Pak JK adalah semangat pemberantasan korupsi,”
kata Hussain. Saat ini, kata dia, Kalla bahkan sedang menyiapkan strategi agar
KPK tidak kalah dalam sidang praperadilan.*Reza Aditya/Moyang Kasih Dewimerdeka/Faiz
Nasrillah/Antonis
Demikian berita
yang disiarkan Koran Tempo, 3 Juli 2015. Berita ini disanggah oleh Kalla dan
sanggahannya dimuat oleh Koran Tempo,
6 Juni 2015, sebagai berikut:
JUSUF KALLA BANTAH
PEMBERITAAN DAN TAJUK “KORAN TEMPO”
JAKARTA—Wakil Presiden Jusuf Kalla menyangkal
telah memberi permakluman terhadap keengganan Kepala Badan Reserse Kriminal
Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso untuk melaporkan kekayaannya ke Komisi
Pemberantasan Korupsi. Kalla justru mendorong Budi Waseso mematuhi aturan wajib
bagi penyelenggara negara tersebut.
Bantahan itu merupakan hak jawab
atas berita Koran Tempo edisi Rabu, 3 Juni 2015, berjudul “Kalla Dinilai
Tak Anti-Korupsi” dan tajuk Koran Tempo edisi Jumat, 5 Juni 2015,
berjudul “Stop Pernyataan Tak Anti-Korupsi”. Menurut Staf Khusus Wakil Presiden
Bidang Komunikasi dan Informasi, Husain Abdullah, Kalla tak pernah membela Budi
Waseso yang menolak melaporkan hartanya.
“Saya sudah cek beberapa rekaman
Pak JK yang menjawab pertanyaan soal laporan harta kekayaan. Dalam semua
rekaman, Pak JK menyarankan agar Budi Waseso melaporkan hartanya,” kata Husain,
kemarin. “Kata Pak JK, sebagai pejabat negara, Budi Waseso wajib melaporkan.”
Dalam berita berjudul “Kalla
Dinilai Tak Anti-Korupsi”, Koran ini memuat pernyataan pegiat antikorupsi di
Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menilai Kalla menunjukkan sikap tak
mendukung pemberantasan korupsi. Sikap Kalla yang dikritik ICW adalah saat
dia—seperti diberitakan sejumlah media—membela Budi Waseso, yang sempat menolak
melaporkan kekayaannya ke KPK. Dalam berita tersebut, Koran Tempo juga
memuat sanggahan Kalla melalui Husain Abdullah.
Kepada sejumlah media di Bandung,
dua hari lalu. Kalla menjelaskan bahwa bukan berarti dia membela Budi Waseso.
Dia hanya mengatakan Budi Waseso sudah pernah melaporkan hartanya ketika
menjabat Kepala Polda Gorontalo. “Jangan terbalik-balik. Saya tidak pernah
mengatakan tak usah (melaporkan kekayaan ke KPK), tidak,” ujarnya. Menurut
Kalla, melaporkan harta merupakan kewajiban setiap penyelenggara negara.
Adapun dalam tajuk berjudul “Stop
Pernyataan Tak Anti-Korupsi,” Koran Tempo mengkritik Kalla yang dinilai
kerap kontraproduktif dalam pemberantasan korupsi. Hal itu juga dibantah Husain
Abdullah.
Lalu, bagaimana seharusnya sikap
masyarakat? Tentu terpulang kepada masyarakat. Yang jelas Koran Tempo sudah menghadirkan sanggahan Jusuf Kalla. Kalau dari
sanggahan itu tersirat bahwa Koran Tempo
salah kutip, pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah wartawan Koran Tempo demikian bodohnya, sehingga
tidak bisa memastikan akurasi kutipannya?
Agaknya tidak. Kalau begitu, apakah itu
berarti sanggahan Jusuf Kalla hanya sekadar untuk memperbaiki citranya saja?
Entahlah! Yang jelas, kita perlu berterima kasih kepada Koran Tempo yang sudah menghadirkan kedua berita di atas.***
Rejodani, 15 Juni 2015
0 komentar:
Posting Komentar