usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Senin, 02 Februari 2015



Skenario Cadangan Energi Disiapkan

Jakarta, KOMPAS—Pemerintah menyiapkan skenario cadangan energi untuk meningkatkan ketahanan energi nasional. Skenario itu disiapkan menyusul makin rendahnya harga minyak dunia akhir-akhir ini. Cadangan operasional bahan bakar minyak akan ditingkatkan setidaknya untuk 30 hari.
Menteri Energi dan Sumber Daya mineral Sudirman Said mengatakan, jika harga minyak terus turun, harga bahan bakar minyak (BBM) juga secara otomatis turun. Pemerintah sedang membicarakan harga patokan untuk BBM seandainya harga minyak terus melemah. Harga patokan diperkirakan Rp 6.500 per liter untuk premium.
“Jika harga patokan Rp 6.500 per liter, sedangkan harga minyak terus melemah dan harga keekonomian di bawah harga patokan, selisih harga tersebut akan ditabung dan disimpan oleh Kementerian Keuangan. Laba yang didapat bisa dimanfaatkan untuk pembangunan cadangan operasional dalam negeri,” ujar Sudirman, Jumat (16/1), di Jakarta.
Sudirman menolak sebutan rakyat akan menyubsidi negara seandainya ada laba yang didapat pemerintah saat menjual BBM dengan harga Rp 6.500 per liter. Menurut dia, urusan cadangan energi bukan urusan pemerintah sendiri. Lagi pula, kata Sudirman, seandainya ada laba, akan dilaporkan perkembangannya kepada masyarakat secara terbuka.
Menurut Sudirman, selain memerlukan modal finansial besar, perlu disiapkan infrastruktur penyimpanan BBM. Tangki-tangki timbun milik badan usaha milik Negara (BUMN) yang tidak terpakai dapat dimanfaatkan untuk menyimpan BBM. Pemerintah akan mendorong seluruh potensi kilang penyimpanan yang ada.
“Pertamina sudah berhitung. Untuk penambahan cadangan satu hari saja, perlu investasi Rp 1,2 triliun. Sedang dibahas lokasi mana saja yang akan dijadikan lokasi penimbunan BBM. Menurut rencana, dalam sebulan ke depan mulai disusun road map cadangan energi,” kata Sudirman.
Sudirman mengatakan, program jangka pendek meningkatkan cadangan operasional BBM di dalam negeri adalah menjadi 30 hari. Pertamina, menurut dia, hanya mampu menyediakan cadangan selama 18-20 hari. Namun, menurut dia, akan lebih baik jika Indonesia mampu menaikkan cadangannya sampai 60 hari.
Sebelumnya, Dewan Energi Nasional (DEN) merekomendasikan pemerintah memanfaatkan momentum melemahnya harga minyak dunia. Menurut anggota DEN, Sonny Keraf, dengan harga minyak yang terus melemah, pemerintah dapat membeli sebanyak-banyaknya untuk dijadikan cadangan dalam negeri (Kompas, 15/1).
“Rencana ini tidak mudah direalisasikan dalam waktu singkat. Setidaknya, kami memberikan sinyal bagi pemerintah agar segera merencanakan penyediaan cadangan penyangga. Ini bukan berbicara soal kebutuhan energi dalam jangka pendek, tetapi juga jangka panjang,” ujar Sonny.
Direktur Eksekutif Indonesian Resource Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, kekayaan alam melimpah yang dimiliki Indonesia hendaknya tidak membuat lengah hingga pemerintah tidak bergegas menyediakan cadangan penyangga dan cadangan strategis. Sebab, kondisi darurat tidak melulu karena perang, tetapi juga bias bencana alam. (APO).

Demikianlah berita yang disiarkan Kompas, pada Sabtu, 17 Januari 2015. Berita tersebut memperlihatkan bahwa pemerintah sedang menyiapkan sebuah skenario untuk menciptakan ketahanan energi. Betapa mulianya rencana pemerintah Ia sudah merencanakan membentuk cadangan BBM untuk 30 hari, bahkan, kalau bisa untuk 60 hari.

Namun, ada namunnnya, namun pemerintah “mengajak” masyarakat untuk terlibat dalam penyediaan cadangan BBM itu. Pemerintah tetap menjual BBM kepada masyarakat dengan harga patokan yang berada di atas harga keekonomian BBM. Sisa uangnya akan ditabung oleh pemerintah untuk menyiapkan cadangan BBM. 

Dengan keadaan ini, masyarakat diajak untuk berpartisipasi dalam penyediaan cadangan BBM. Agaknya masyarakat tidak keberatan, terutama, mereka yang memiliki nasionalisme yang tinggi, yang ingin melihat Indonesia memiliki ketahanan energi yang kuat. Namun, laporan tentang partisipasi masyarakat itu harus terbuka dan transparan. Kalau tidak, masyarakat akan menganggap pemerintah memanfaatkan mereka untuk kepentingan pemerintah saja. Tegasnya, pemerintah harus berhati-hari menerapkan kebijakan ini. Maka kita perlu berterima kasih kepada Kompas yang telah membuka kesadaran kita tentang ketahanan energi versi pemerintahan Joko Widodo.***

Rejodani, 31 Januari 2015

0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.