Anak Tukang Las Beromzet Rp 2 Triliyun
Tribun Jogja, Jumat,
19 Desember 2014 (hal 1)
“Kuliah di UGM
dan menjalani hidup di Yogyakarta dari tahun 1981 hingga 1986 memberikan banyak
ilmu dan pengalaman. Salah satu pengalaman yang paling penting adalah saya
digembleng menjadi pribadi yang mandiri selama menjadi mahasiswa.”
KUTIPAN di atas
diucapkan oleh Yohanes Nugroho Hari Hardono (51) saat menerima penghargaan dari
UGM Berprestasi dalam kategori Alumni Berprestasi, saat rangkaian acara Dies
Natalis UGM ke-65. Acara ini berlangsung di Balai Senat Gedung Pusat Kampus
UGM, Yogyakarta, Rabu (17/12) malam.
Nama
Yohanes Nugroho Hari Hardono terasa kurang familiar di telinga masyarakat.
Padahal, lelaki yang akrab disapa Hari tersebut adalah penguasa 3,5 persen
pangsa pasar NPK nasional. Melalui sebuah perusahaan bernama PT Saraswanti
Anugrah Makmur, setiap tahun Hari memproduksi pupuk NPK sebesar 300 ribu ton.
Dengan
jumlah produksi yang sedemikian besar, PT Saraswanti Anugrah Makmur mampu
meraup omzet Rp 1,2 triliun. Adapun sebelum mendirikan PT Saraswanti Anugrah
Makmur, Hari mengaku tidak pernah membayangkan bakal menjadi seorang pengusaha
beromzet relatif sangat gede.
“Saya
hanya berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Bapak saya hanya pensiunan
guru STM, yang kemudian membuat usaha bengkel las di tempat lahir saya di
Ambarawa (Jawa Tengah). Ibu saya hanya berjualan di sebuah warung kecil,” kata
Hari saat berpidato di acara malam penghargaan bagi insan UGM berprestasi, Rabu
malam.
Dengan
kondisi demikian, kala itu, semasa kuliah dia harus memutar otak mencari uang
tambahan. “Karena, jatah bulanan dari orangtua sangat mepet. Tentu saya
tidak memiliki bayangan untuk bisa menjadi pengusaha seperti saat ini,” ujar
dia.
Mengenai
awal mula dirinya bergelut di dunia pupuk, Hari mengungkapkan, terjadi ketika
pada tahun 1987, selepas lulus dari Fakultas Pertanian UGM, dirinya bekerja di
sebuah perusahaan pupuk alam di Mojokerto, Jawa Timur. Sampai suatu saat, tahun
1998, sebuah persoalan memicu kekecewaan Hari terhadap sang bos.
Saat
itulah, ketika umurnya menginjak 35 tahun, baru muncul keinginannya berbisnis
sendiri. “Posisi saya sudah mentok. Atasan langsung saya pemilik pabrik,” tutur
insinyur pertanian lulusan Universitas Gadjah Mada tahun 1986 ini mengenang.
Berbekal
pengalaman kerja dan ilmu yang didapatnya semasa kuliah, ide untuk berbisnis
pupuk pun muncul. Hari, kala itu, memiliki rencana memproduksi pupuk NPK,
sebutan bagi pupuk yang mengandung komposisi natrium, fosfor (phosphor), dan
kalium sekaligus. Saat itu, meski pupuk NPK sudah dikenal, produk tersebut
masih jarang. Kebanyakan perkebunan masih menggunakan pupuk tunggal, antara
lain pupuk urea.
Bakal meledak
Pilihan
Hari untuk memproduksi pupuk NPK didasari keyakinan bahwa kebutuhan akan pupuk
jenis ini bakal meledak. “Saya sudah memprediksi, pihak perkebunan akan
kesulitan jika terus menggunakan pupuk tunggal,” ujarnya.
Bermodalkan
keyakinan tersebut, pada tahun 1998, Hari bersama adiknya dan seorang teman di
tempat kerjanya yang lama, memutuskan untuk mendirikan sebuah pabrik pupuk.
Lalu, berbekal sebuah mesin produksi pinjaman dari kolega, Hari pun memulai
produksi pupuk NPK.
“Awalnya
perusahaan kami berdiri, bertepatan dengan krisis moneter. Karena hal tersebut,
banyak tenaga ahli yang terpaksa menganggur. Kami mendapatkan bantuan sejumlah
30 orang yang semuanya digaji pemerintah pada saat itu,” ujar Hari.
Dari
situ usaha Hari terus berkembang, dan kini Hari tidak hanya berfokus di usaha
pupuk. Anak kelima dari tujuh bersaudara tersebut, sekarang memiliki 27
perusahaan yang bergerak dalam berbagai bidang seperti perkebunan sawit,
kertas, perumahan, perhotelan, dan laboratorium pangan, dengan jumlah total
karyawan sekitar tujuh ribu orang. Omzet yang diraup seluruh perusahaannya itu
sekitar Rp 2 triliun per tahun.
Selain
Yohanes Nugroho Hari Hardono, Insan UGM Berprestasi yang menerima penghargaan
sebanyak 60 orang. Penghargaan ini dibagi enam kategori, yaitu mahasiswa
berprestasi, pegawai berprestasi tingkat universitas, pegawai berprestasi
tingkat nasional, dosen berprestasi, peneliti berprestasi, dan alumni
berprestasi. Terdapat 17 mahasiswa berprestasi, 21 pegawai berprestasi tingkat
universitas, lima pegawai berprestasi tingkat nasional, tiga dosen berprestasi,
12 peneliti berprestasi, dan lima alumni berprestasi.
Menurut
Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati,MSc., PhD., pemberian penghargaan
tersebut bertujuan untuk memotivasi dan menginspirasi mahasiswa, dosen, dan
karyawan UGM agar terus berkembang. Juga, demi meningkatkan kualitas dan
kinerja seluruh civitas akademika di UGM.
“Semua
pihak yang menerima penghargaan ini telah dinilai oleh tim khusus yang sengaja
kami bentuk. Untuk tiap kategori, tim penilainya berbeda-beda,” ungkap
Dwikorita.
Ia
berharap pemberian penghargaan ini akan memacu semangat berkompetisi seluruh
civitas akademika, untuk menjadi lebih baik. “Khusus untuk para alumni, acara
ini juga kami harapkan mampu mempererat silaturahmi antara UGM dan alumni.
Sehingga, ke depannya, para alumni dapat men-support program UGM untuk
pembangunan Indonesia,” ujar Dwikorita. (hamin thori)
Demikian berita yang disiarkan Tribun Jogja, Jumat, 19 Desember 2014. Berita ini, sesungguhnya,
berusaha mem-profil-kan Yohanes Nugroho Hari Handono, lulusan Fakultas
Pertanian UGM yang menjadi produsen pupuk NPK. Dalam posisinya ini, Yohanes memiliki
omset Rp 1,2 triliun per tahun. Suatu jumlah yang sangat besar.
Idealnya, penulis
berita ini menulis profil Yohanes dalam format berita kisah (feature). Dengan begitu, khalayak bisa
mengikuti perjalanannya menjadi pengusaha sukses. Namun, dengan informasi yang
ada, khalayak bisa menangkap wacana tentang makna menjadi pengusaha sendiri,
tidak bekerja untuk orang lain. Di samping bebas menentukan langkah pengembangan
usaha, dia tidak berada di balik bayangan orang lain. Dia bisa menunjukkan
kesadaran eksistensial dirinya sebagai pengusaha.
Agaknya wacana
inilah yang perlu diadopsi oleh mereka yang bekerja pada orang lain namun sudah
mentok. Daripada bertahan tanpa tantangan yang tidak berarti, lebih baik
berusaha sendiri, menciptakan tantangan sendiri, agar terlihat kualifikasinya
yang sesungguhnya sebagai pengusaha. Terima kasih kepada Hamin Thohari yang
telah melemparkan wacana ini.***
Rejodani, 31 Desember
2014
0 komentar:
Posting Komentar