usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Senin, 03 November 2014


 
       Sebagaimana diisyaratkan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, dalam buku mereka  berjudul The Elements of Journalism: What Newspeople Should Know and the Public Should Expect, edisi pertama, terdapat sembilan prinsip jurnalisme. Prinsip yang pertama adalah: kewajiban utama jurnalisme adalah menyampaikan kebenaran. Akan sulit dibayangkan, khalayak mampu mengambil keputusan dengan rasional kalau mereka tidak menerima kebenaran lewat berita yang dibacanya. Demi sikap khalayak yang wajar dan masuk akal, wartawan harus melaksanakan prinsip di atas.

Namun, selain prinsip di atas, menarik untuk menyebutkan prinsip kesembilan, yakni:  praktisi jurnalisme berkewajiban memeriksakan kesadaran mereka. Setiap wartawan boleh jadi punya kesadaran yang kuat untuk berpihak kepada khalayak. Dengan keberpihakan itu, dia mengutamakan kepentingan khalayak. Namun, bisa saja kesadaran itu sedikit demi sedikit tergerus akibat tekanan media tempat mereka bekerja atau keinginan mereka untuk beropini dalam berita yang ditulisnya. Bukan mustahil kesadaran itu hilang sama sekali.

Padahal, sama dengan profesi lain, profesi wartawan di samping harus mematuhi kaedah etis, juga memiliki aspek etis. Aspek etis ini, bahkan, memiliki posisi vital. Sebab, ia menjadikan pekerjaannya bermakna buat orang lain. Apa aspek etis itu? Berpihak kepada khalayak. Bagaimana mewujudkan keberpihakan itu? Wartawan harus mereformasi kediriannya dan mengusahakan akuntabilitas publik berita politik yang ditulisnya.

Di era modern seperti sekarang ini, kata Kasdin Sihotang (mengutip pendapat K. Bertens) dalam buku Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme, nilai etis mendapat perhatian serius. (hal. 154). Hal ini mendidik wartawan untuk tidak mengabaikan keberpihakannya kepada khalayak. Wartawan akan selalu disorot khalayak tentang keberpihakan itu.

            Penting dicatat, dalam buku berjudul Blur: How to Know What’s True in the Age of Information Overload, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel menambahkan satu lagi prinsip jurnalisme, yakni: khalayak juga punya hak dan kewajiban ketika mereka masuk menjadi berita. Dengan tambahan prinsip ini, jurnalisme menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel punya sepuluh prinsip. Prinsip ke sepuluh di atas agaknya merupakan pengembangan dari prinsip keenam: jurnalisme harus menyediakan forum bagi kritik dan kompromi khalayak. Dalam konteks ini, khalayak tentu tidak asal mengkritik saja. Mereka mengkritik dengan penuh tanggung jawab. 

            Setelah memperoleh forum  untuk kritik dan kompromi,  khalayak akan masuk ke dalam berita. Dalam posisi ini, mereka memiliki hak dan tanggung jawab. Hak dan tanggung jawab ini tentu saja harus ditunaikan. Jurnalisme harus mengingatkan khalayak tentang hak dan tanggung jawab itu. Jurnalisme, bahkan, harus membangun suasana yang kondusif untuk penunaian hak dan tanggung jawab itu.*** 

Rejodani, 1 November 2014

0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.