usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Senin, 03 November 2014



Realisasi Kebijakan Maritim Perlu Dipercepat

JAKARTA, KOMPAS—Pemerintah baru berjanji akan mengembalikan kejayaan Indonesia di laut. Presiden Joko Widodo mengajak semua kalangan untuk bekerja keras mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai Negara maritime. Berbagai kalangan berharap, cita-cita itu segera direalisasikan.
     “Kita juga ingin hadir di antara bangsa-bangsa dengan kehormatan, dengan martabat, dengan harga diri. Kita ingin menjadi bangsa yang bisa menyusun peradabannya sendiri. Bangsa besar yang kreatif yang bisa ikut menyumbangkan keluhuran bagi peradaban global. Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai Negara maritime. Samudra, laut, selat, dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat, dan teluk,” kata Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikan di MPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/10).
     Ia menambahkan, kini saatnya Indonesia mengembalikan semuanya sehingga “Jalesveva Jayamahe” (Di Laut Kita Jaya) sebagai semboyan nenek moyang agar kembali membahana.
     Menanggapi pidato itu, Direktur PT Pelindo II Richard Joost Lino mrngatakan, kejayaan di laut bisa dimulai antara lain melalui program tol laut. Program besar ini menyatukan Indonesia secara ekonomi, mulai dari Aceh hingga Papua, dengan angkutan laut sebagai tulang punggung.
     “Ini usaha untuk menghubungkan Indonesia bagian barat dengan timur melalui laut,” kata Lino.
     Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Arif Satria mengatakan, langkah awal yang dinanti dari pemerintahan baru adalah menegakkan kedaulatan maritim. Hal itu diwujudkan dengan memperjelas batas maritim, melaksanakan gagasan tol laut, dan mendayagunakan sumber daya kelautan untuk membangun perekonomian nasional.
     Pekerjaan rumah yang mendesak dituntaskan adalah menekan biaya logistik melalui perbaikan infrastruktur maritim. Saat ini, biaya logistik Indonesia sekitar 24 persen dari total produk domestik bruto (PDB), jauh lebih tinggi dibandingkan Korea Selatan yang sebesar 16 persen dan Jepang 10 persen.
     Pembenahan pelabuhan umum juga harus dipercepat. Dari 1.240 pelabuhan umum di Indonesia, baru 30 pelabuhan yang memiliki rencana induk pelabuhan umum. Padahal, rencana induk merupakan acuan pengembangan pelabuhan.
     Penyusunan tata ruang laut harus dipercepat. Undang-Undang Kelautan yang mengoordinasikan kebijakan terkait kelautan lintas kementerian atau lembaga harus segera diimplementasikan melalui penyusunan aturan turunan.
     Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Riza Damanik mengatakan, pembenahan konektivitas maritim perlu segera dibuktikan dalam agenda kebijakan lima tahun ke depan.
     Bambang Harjo, Direktur Utama PT Dharma Lautan Utama, yang bergerak di transportasi penyeberangan mengatakan, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla harus bergerak cepat membenahi industri maritim untuk mendukung visi memperkuat sektor kemaritiman.
     “Industri maritim hanya dapat tumbuh jika pemerintah menghapuskan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 persen dan bea masuk yang nilainya juga 10 persen,” ujar Bambang.
     Secara terpisah, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Michael Wattimena, mengatakan, pemerintahan Presiden Joko Widodo harus lebih banyak membangun infrastruktur dan sarana transportasi kelautan untuk mendukung terwujudnya kejayaan maritim nasional. (A12/ARN/LKT/RYO).

     Demikian berita yang disiarkan Kompas, Selasa, 21 Oktober 2014. Berita ini membawa pesan yang sangat jelas: laut merupakan masa depan kejayaan Indonesia. Namun, tentu saja tidak mudah mencapai kejayaan itu. Di samping harus mempercepat realisasi kebijakan maritim, pemerintah juga perlu mendorong partisipasi banyak pihak untuk mencapainya.  

            Momentum bagi kejayaan maritim nasional memang sudah datang. Ia harus disertai oleh pengembangan infrastruktur dan transportasi sarana kelautan. Ia juga perlu diikuti oleh kesadaran tentang pentingnya laut bagi kehidupan bangsa Indonesia. Untuk menumbuhkan kesadaran itu, pemerintah perlu mengingatkan masyarakat tentang sejarah keberhasilan yang pernah diukir oleh nenek moyang kita dulu.

            Tetapi, selain usul yang realistis itu, agaknya media perlu juga meningkatkan jumlah berita yang berkaitan dengan kemaritiman. Dengan peningkatan itu, kita berharap kepekaan khalayak meningkat tentang dimulainya lagi era kejayaan maritim. Sebagai langkah awal, tentu saja berita yang disiarkan Kompas ini sudah memadai.***

Rejodani, 1 November 2014

0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.