usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Minggu, 16 November 2014


Mungkid (KR)—Pemkab Magelang dimintai mengevaluasi pelaksanaan proyek pelebaran jalan Secang-Pucang-Sindas yang baru saja selesai dikerjakan. Pasalnya, bagian jalur alternatif Magelang-Semarang itu baru sebulan selesai dikerjakan sudah rusak di beberapa titik. Kerusakan proyek senilai Rp 2,4 miliar itu didominasi lapisan yang mengelupas dan jalan yang berlubang serta ambles.

Seperti terjadi di dekat Lapangan Desa Pancuranmas. Jalan yang dilebarkan sudah mengelupas di beberapa bagian. Padahal, lokasi itu paling akhir dikerjakan. “Baru sebulan sudah rusak. Padahal tidak ada kendaraan berat yang lewat,” kata Yanto (45) warga setempat, Senin (3/11).

Menurutnya, material yang mengelupas berserakan di jalan raya. Sehingga membahayakan pengguna jalan. “Krikil (batu-batu kecil) kadang terlempar setelah tertindas ban,” ungkapnya.

Tak jarang dia juga mendapati pengguna jalan yang hampir terjatuh karena terpeleset. “Kata pekerjanya mau diaspal. Tapi kenyataannya hingga saat ini belum diaspal. Apakah jadi diaspal atau tidak, saya tidak tahu,” jelasnya.

Kerusakan juga terjadi di persawahan Desa Pucang. Tinggi lapisan aspal dengan jalan baru tidak rata. Bahkan ada yang ambles di beberapa titik.

“Padahal baru kok sudah seperti ini. Terkesan asal-asalan saja mengerjakannya,” imbuh Slamet (36) warga lainnya.

Sementara Kepala Seksi Jalan Dinas Pekerjaan Umum Energi dan Sumber Daya Mineral (DPU ESDM), Wahyudi Purwantoro mengatakan, proyek sepanjang kurang lebih tujuh kilometer itu dibiayai oleh APBD Provinsi Jawa Tengah. Nilai pagunya Rp 2,5 miliar. Pelebaran jalur ini dinilai penting karena jalan yang ada sangat sempit. Apalagi jalur itu menjadi jalan alternatif saat jalur Magelang-Semarang padat.

Terkait kerusakan yang terjadi, dia mengaku belum melakukan pengecekan. “Kalau aspal dan campuran batu semen memang tidak bisa menyatu. Itu kelemahannya. Namun apakah itu penyebabnya, kami belum melihatnya,” tuturnya. (Bag)-o

Demikian berita yang disiarkan surat kabar harian Kedaulatan Rakyat, Selasa, 4 November 2014. Melalui berita tersebut, penulisnya menggambarkan kekecewaan masyarakat terhadap proyek pelebaran jalan Secang-Pucang-Sindas, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Penulisnya juga merekam bahaya yang dihadapi masyarakat gara-gara rusaknya pelebaran jalan yang berharga Rp 2,4 miliar.

Sekalipun nilai proyeknya besar, hasilnya tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Penulis berita sudah bertanya kepada pihak yang berwenang tentang penyebabnya. Namun, jawaban yang diperolehnya tidak memuaskan. “….kami belum melihatnya,” tambah narasumber itu.

Mungkin kita pernah mendengar ungkapan: aspal dilipat dan dimasukkan ke dalam saku. Ungkapan ini, sebenarnya, merupakan bentuk eufemisme dari korupsi yang terjadi dalam perbaikan atau pelebaran jalan. Apakah kejadian ini juga terjadi di proyek pelebaran jalan Secang-Pucang-Sindas? Entahlah! Yang jelas masyarakat sudah punya intuisi tentang apa yang sesungguhnya terjadi. Mereka tidak kaget. Toh itu bukan kejadian pertama, melainkan kejadian kali kesepuluh, keduapuluh, atau bahkan ke seratus.

Namun, tetap saja berita ini penting. Paling tidak, untuk menegaskan bahwa kita masih perlu mencari solusi kultural untuk menyembuhkan penyakit bangsa ini.***

Rejodani, 15 November 2014


0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.