Mungkid
(KR)—Pemkab Magelang dimintai mengevaluasi pelaksanaan proyek
pelebaran jalan Secang-Pucang-Sindas yang baru saja selesai
dikerjakan. Pasalnya, bagian jalur alternatif Magelang-Semarang itu
baru sebulan selesai dikerjakan sudah rusak di beberapa titik.
Kerusakan proyek senilai Rp 2,4 miliar itu didominasi lapisan yang
mengelupas dan jalan yang berlubang serta ambles.
Seperti terjadi di dekat Lapangan
Desa Pancuranmas. Jalan yang dilebarkan sudah mengelupas di beberapa
bagian. Padahal, lokasi itu paling akhir dikerjakan. “Baru sebulan
sudah rusak. Padahal tidak ada kendaraan berat yang lewat,” kata
Yanto (45) warga setempat, Senin (3/11).
Menurutnya, material yang
mengelupas berserakan di jalan raya. Sehingga membahayakan pengguna
jalan. “Krikil (batu-batu kecil) kadang terlempar setelah tertindas
ban,” ungkapnya.
Tak jarang dia juga mendapati
pengguna jalan yang hampir terjatuh karena terpeleset. “Kata
pekerjanya mau diaspal. Tapi kenyataannya hingga saat ini belum
diaspal. Apakah jadi diaspal atau tidak, saya tidak tahu,”
jelasnya.
Kerusakan juga terjadi di
persawahan Desa Pucang. Tinggi lapisan aspal dengan jalan baru tidak
rata. Bahkan ada yang ambles di beberapa titik.
“Padahal baru kok
sudah seperti ini. Terkesan
asal-asalan saja mengerjakannya,” imbuh Slamet (36) warga lainnya.
Sementara Kepala Seksi Jalan
Dinas Pekerjaan Umum Energi dan Sumber Daya Mineral (DPU ESDM),
Wahyudi Purwantoro mengatakan, proyek sepanjang kurang lebih tujuh
kilometer itu dibiayai oleh APBD Provinsi Jawa Tengah. Nilai pagunya
Rp 2,5 miliar. Pelebaran jalur ini dinilai penting karena jalan yang
ada sangat sempit. Apalagi jalur itu menjadi jalan alternatif saat
jalur Magelang-Semarang padat.
Terkait kerusakan yang terjadi,
dia mengaku belum melakukan pengecekan. “Kalau aspal dan campuran
batu semen memang tidak bisa menyatu. Itu kelemahannya. Namun apakah
itu penyebabnya, kami belum melihatnya,” tuturnya. (Bag)-o
Demikian
berita yang disiarkan surat kabar harian Kedaulatan
Rakyat,
Selasa, 4 November 2014. Melalui berita tersebut, penulisnya
menggambarkan kekecewaan masyarakat terhadap proyek pelebaran jalan
Secang-Pucang-Sindas, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.
Penulisnya juga merekam bahaya yang dihadapi masyarakat gara-gara
rusaknya pelebaran jalan yang berharga Rp 2,4 miliar.
Sekalipun
nilai proyeknya besar, hasilnya tidak sesuai dengan harapan
masyarakat. Penulis berita sudah bertanya kepada pihak yang berwenang
tentang penyebabnya. Namun, jawaban yang diperolehnya tidak
memuaskan. “….kami belum melihatnya,” tambah narasumber itu.
Mungkin
kita pernah mendengar ungkapan: aspal dilipat dan dimasukkan ke dalam
saku. Ungkapan ini, sebenarnya, merupakan bentuk eufemisme dari
korupsi yang terjadi dalam perbaikan atau pelebaran jalan. Apakah
kejadian ini juga terjadi di proyek pelebaran jalan
Secang-Pucang-Sindas? Entahlah! Yang jelas masyarakat sudah punya
intuisi tentang apa yang sesungguhnya terjadi. Mereka tidak kaget.
Toh itu bukan kejadian pertama, melainkan kejadian kali kesepuluh,
keduapuluh, atau bahkan ke seratus.
Namun,
tetap saja berita ini penting. Paling tidak, untuk menegaskan bahwa
kita masih perlu mencari solusi kultural untuk menyembuhkan penyakit
bangsa ini.***
Rejodani,
15 November 2014
0 komentar:
Posting Komentar