Banyak arti peran
yang bisa kita temukan, baik di dalam kamus maupun di dalam ensiklopedi. Dari
sekian banyak arti peran itu, ada yang bermakna seperangkat tingkat yang
diharapkan dimiliki oleh pihak yang memiliki peran. Meminjam makna ini, peran
jurnalisme berarti seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh
jurnalisme.
Makna ini menggiring
kita untuk mencoba menemukan peran itu. Larry Dailey, dalam blognya, http://archive.knightdigitalmediacenter.org/opinion_cyberspace/comments/the_role_of_journalism/
yang diakses pada 29 November 2014, menyebut tujuh peran jurnalisme, yakni: (i)
to inform (memberi informasi), (ii) to educate (mendidik), (iii) to engage (melayani), (iv) to entertain (menghibur), (v) to frustrate (membuat frustrasi), (vi) to sadden (membuat sedih), dan (vii) to scare (menakut-nakuti). Keterangan
ini menunjukkan bahwa jurnalisme tidak melulu memuaskan khalayak. Ia bisa juga
membuat khalayak frustrasi, sedih dan takut.
Yang perlu
dipersoalkan adalah, apakah khalayak perlu dibuat frustrasi, atau dibuat sedih,
atau ditakut-takuti sebelum bisa mengambil keputusan secara rasional? Tentu
tidak mudah menjawab pertanyaan ini tanpa penelitian yang komprehensif. Yang
jelas, manusia merupakan makhluk yang sadar akan dirinya sendiri. Dengan
kesadaran itu, dia bisa mempertimbangkan kualitas sikap dan perilakunya.
Tegasnya, kesadaran itu membuatnya mengerti apa yang harus dilakukan dan apa
yang tidak boleh dilakukan.
Kecuali itu, manusia
memiliki akal budi. Dengan akal budi, manusia bisa melahirkan ide. Dengan akal
budi pula manusia bisa membentuk pengertian. Bahkan, dengan akal budi manusia
bisa mencari kebenaran. Dalam bahasa Kasdin Sihotang (2009:44), akal budi
merupakan modal manusia untuk mengadakan refleksi dan penyelidikan.
Bertolak dari sini,
sebenarnya tidak ada persoalan bila jurnalisme melahirkan wacana yang
mengandung nuansa sedih, atau takut, atau frustrasi. Khalayak akan bisa
menyaringnya sesuai dengan kesadaran dan akal budinya. Kenyataan ini juga
didukung oleh teori konstruktivisme. Teori yang dikembangkan oleh Jesse Delia,
Barbara J. O’Keefe dan Daniel J. O’keefe tahun 1982 ini mengatakan bahwa
individu menginterpretasikan dan bertindak menurut kategori konsep pikirannya.
Namun, tidak berarti
jurnalisme boleh memproduksi berita seenak perutnya sendiri. Ia harus
memproduksi berita untuk khalayak yang menjadi pembaca medianya. Dia harus
melayani khalayak setia medianya. Kalau khalayaknya, suatu saat, memang harus
ditakut-takuti, itu harus sesuai dengan kondisi psikologis dan
sosiologisnya.***
Rejodani, 30 November 2014
0 komentar:
Posting Komentar