Washington—Laporan Bank Dunia yang bertajuk “Turn Down
the Heat: Confronting the New Climate Normal” menyatakan perubahan iklim akan
menyebabkan angka kemiskinan di seluruh dunia meningkat. Sebab, dampak
pemanasan global memicu kenaikan tajam suhu udara sehingga sejumlah daerah
mengalami gagal panen dan kekurangan pasokan air.
Dampak laporan tersebut, juga diungkap
bahwa kenaikan temperatur hingga 2 derajat Celcius dapat membuat produksi
tanaman kedelai di Brasil turun hingga 70 persen. Bahkan, di Makedonia, dengan
kenaikan suhu udara yang sama, tingkat produksi jagung, gandum, dan anggur
diperkirakan akan turun 50 persen.
“Situasi itu membuat negara-negara
kesulitan membawa rakyatnya keluar dari kemiskinan,” tutur juru bicara Bank
Dunia dalam laporannya kemarin. Karena itu, negara-negara diminta terus
mewaspadai dampak perubahan iklim yang akan terjadi.
Sebab, tanpa tindakan pencegahan
serius, pemanasan global bisa mengakibatkan peningkatan temperatur 1,5-2
derajat Celcius. “Dan dampak yang dihasilkan secara signifikan dapat
memperburuk kemiskinan di beberapa daerah di seluruh dunia.”
Bank Dunia menyatakan pemanasan
global, yang memicu kenaikan suhu udara hingga 1,5 derajat Celcius, antara lain
disebabkan oleh industri serta emisi gas rumah kaca. Artinya, temperatur bakal
semakin panas, permukaan laut naik, dan badai tropis akan sering terjadi.
Presiden Bank Dunia Jim Yong-Kim
memperkirakan, tanpa adanya aksi bersama, kenaikan suhu global dapat melonjak
hingga di atas 4 derajat Celcius. “Memberantas kemiskinan, meningkatkan
kesejahteraan global, dan mengurangi kesenjangan global akan semakin sulit bila
suhu panas melebihi 2 derajat Celcius,” ujar dian.
Perubahan iklim juga dapat
meningkatkan risiko keamanan, menimbulkan ketidakstabilan politik, dan
meningkatkan angka pengangguran. “Hal ini menciptakan potensi pemberontakan sosial
dan konflik kekerasan,” tutur Kim.
World Bank Group Vice President
and Special Envoy for Climate Change, Rachel Kyte, mengatakan laporan tersebut
menegaskan bahwa harus ada langkah pasti untuk mencegah emisi gas buang dalam
jumlah lebih banyak. “Para pemimpin harus mengambil langkah dan memutuskan
bentuk kebijakan yang mendorong pertumbuhan yang berbasis kebersihan
lingkungan,” ujarnya.
*Channel News
Asia/Telegraph/Rosalina
Demikian berita yang disiarkan Koran
Tempo, Selasa, 25 November 2014. Sungguh mengejutkan. Banyak sekali
kerugian yang akan dialami oleh negara miskin bila suhu udara naik akibat
pemanasan global. Panen yang gagal, berkurangnya persediaan air, hingga
terjadinya badai tropis merupakan akibat langsung pemanasan global. Itulah
kenyataan yang terungkap dalam Laporan Bank Dunia yang bertajuk “Turn Down the Heat: Confronting the New
Climate Normal”.
Boleh
saja kita curiga kepada Bank Dunia dengan mengatakan bahwa ia punya kepentingan
dengan keluarnya laporan tersebut. Bukankah selama ini Bank Dunia
mengeksplotasi negara miskin demi keuntungan negara kaya? Boleh saja kita
menilai bahwa usaha untuk mendorong pertumbuhan yang berbasis kebersihan
lingkungan akan memberikan keuntungan yang besar bagi negara kaya. Namun,
kenyataan menunjukkan bahwa persoalan pemanasan global bukan hanya persoalan
negara maju, tetapi juga persoalan negara miskin, bahkan, persoalan umat
manusia. Ia tidak bisa diselesaikan hanya oleh negara-negara kaya saja. Kita
semua harus gerak cepat untuk menyelesaikannya.
Berita
di atas menggugah kesadaran kita untuk segera memikirkan cara mengurangi
pemanasan global. Harapannya, negara miskin dan negara maju bisa saling mengisi
dan mengoreksi celah perbaikan yang bisa dilakukan.***
Rejodani,
30 November 2014.
0 komentar:
Posting Komentar