usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Minggu, 30 November 2014



Washington—Laporan Bank Dunia yang bertajuk “Turn Down the Heat: Confronting the New Climate Normal” menyatakan perubahan iklim akan menyebabkan angka kemiskinan di seluruh dunia meningkat. Sebab, dampak pemanasan global memicu kenaikan tajam suhu udara sehingga sejumlah daerah mengalami gagal panen dan kekurangan pasokan air.
Dampak laporan tersebut, juga diungkap bahwa kenaikan temperatur hingga 2 derajat Celcius dapat membuat produksi tanaman kedelai di Brasil turun hingga 70 persen. Bahkan, di Makedonia, dengan kenaikan suhu udara yang sama, tingkat produksi jagung, gandum, dan anggur diperkirakan akan turun 50 persen.
“Situasi itu membuat negara-negara kesulitan membawa rakyatnya keluar dari kemiskinan,” tutur juru bicara Bank Dunia dalam laporannya kemarin. Karena itu, negara-negara diminta terus mewaspadai dampak perubahan iklim yang akan terjadi.
Sebab, tanpa tindakan pencegahan serius, pemanasan global bisa mengakibatkan peningkatan temperatur 1,5-2 derajat Celcius. “Dan dampak yang dihasilkan secara signifikan dapat memperburuk kemiskinan di beberapa daerah di seluruh dunia.”
Bank Dunia menyatakan pemanasan global, yang memicu kenaikan suhu udara hingga 1,5 derajat Celcius, antara lain disebabkan oleh industri serta emisi gas rumah kaca. Artinya, temperatur bakal semakin panas, permukaan laut naik, dan badai tropis akan sering terjadi.
Presiden Bank Dunia Jim Yong-Kim memperkirakan, tanpa adanya aksi bersama, kenaikan suhu global dapat melonjak hingga di atas 4 derajat Celcius. “Memberantas kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan global, dan mengurangi kesenjangan global akan semakin sulit bila suhu panas melebihi 2 derajat Celcius,” ujar dian.
Perubahan iklim juga dapat meningkatkan risiko keamanan, menimbulkan ketidakstabilan politik, dan meningkatkan angka pengangguran. “Hal ini menciptakan potensi pemberontakan sosial dan konflik kekerasan,” tutur Kim.
World Bank Group Vice President and Special Envoy for Climate Change, Rachel Kyte, mengatakan laporan tersebut menegaskan bahwa harus ada langkah pasti untuk mencegah emisi gas buang dalam jumlah lebih banyak. “Para pemimpin harus mengambil langkah dan memutuskan bentuk kebijakan yang mendorong pertumbuhan yang berbasis kebersihan lingkungan,” ujarnya.
*Channel News Asia/Telegraph/Rosalina

Demikian berita yang disiarkan Koran Tempo, Selasa, 25 November 2014. Sungguh mengejutkan. Banyak sekali kerugian yang akan dialami oleh negara miskin bila suhu udara naik akibat pemanasan global. Panen yang gagal, berkurangnya persediaan air, hingga terjadinya badai tropis merupakan akibat langsung pemanasan global. Itulah kenyataan yang terungkap dalam Laporan Bank Dunia yang bertajuk “Turn Down the Heat: Confronting the New Climate Normal”.

Boleh saja kita curiga kepada Bank Dunia dengan mengatakan bahwa ia punya kepentingan dengan keluarnya laporan tersebut. Bukankah selama ini Bank Dunia mengeksplotasi negara miskin demi keuntungan negara kaya? Boleh saja kita menilai bahwa usaha untuk mendorong pertumbuhan yang berbasis kebersihan lingkungan akan memberikan keuntungan yang besar bagi negara kaya. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa persoalan pemanasan global bukan hanya persoalan negara maju, tetapi juga persoalan negara miskin, bahkan, persoalan umat manusia. Ia tidak bisa diselesaikan hanya oleh negara-negara kaya saja. Kita semua harus gerak cepat untuk menyelesaikannya.

Berita di atas menggugah kesadaran kita untuk segera memikirkan cara mengurangi pemanasan global. Harapannya, negara miskin dan negara maju bisa saling mengisi dan mengoreksi celah perbaikan yang bisa dilakukan.***   


Rejodani, 30 November 2014.

0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.