Raihul Fadjri
fadjri@tempo.co.id
Warga keturunan Arab mengadukan
Menteri Pendidikan kepada Komnas HAM.
Surakarta—Lembaga Bantuan Hukum Mega Bintang
mengadukan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Mohammad Nuh ke Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia, kemarin. Lembaga itu menuding Menteri Nuh mengeluarkan buku
pelajaran yang berisi pelecehan terhadap keturunan Arab. “Saya kuasa hukum
warga Surakarta bernama Muhsin Al Jufri yang merasa dilecehkan oleh isi buku
pelajaran itu,” kata pengacara LBH Mega Bintang, Arief Sahudi, kemarin.
Buku
yang dipermasalahkan itu adalah buku pelajaran bahasa Indonesia untuk SMP/MTs
kelas IX. Buku yang masuk kategori buku sekolah elektronik (BSE) tersebut
diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional pada 2008.
“Hingga saat ini buku tersebut masih beredar di sekolah-sekolah,” kata Arief.
Dia
mempermasalahkan kutipan novel yang menjadi contoh bacaan dalam uji kompetensi.
Pada halaman 110 ada cerita Midun yang merasa tertipu oleh lintah darat bernama
Syekh Abdullah. “Dalam kutipan tersebut jelas tertulis bahwa Syekh Abdullah
merupakan orang yang memiliki ras Arab,” katanya.
Pada
buku itu tertulis kutipan novel: “Terperanjat sungguh Midun mendengar perkataan
Syekh Abdullah itu. Ia tahu uang yang dipinjamnya Cuma f250, tiba-tiba sekarang
jadi f500. Maka ia pun berkata dengan cemasnya. Katanya, ‘Berapa Tuan? F500?
Mengapa jadi f500. Padahal saya terima uang dari Tuan cuma f250 ?’ Ya, f500!
Ujar Syekh Abdullah pula.
Muka
Midun jadi merah menahan marah, karena ia maklum, bahwa ia sudah tertipu. Amat
sakit hatinya kepada orang Arab itu. Ia tidak dapat lagi menahan hati karena
sangat panas hatinya. Ketakutannya hilang, kehormatannya kepada orang Arab
lenyap sama sekali.”
Menurut
Arief, beberapa soal yang menyertai kutipan novel itu makin melecehkan
masyarakat keturunan Arab. “Kami menyayangkan tulisan seperti itu diberikan di
dunia pendidikan,” katanya. Dia khawatir tulisan itu akan menciptakan stigma
buruk terhadap warga ras Arab yang tertanam dalam pikiran siswa.
Arief
sejatinya tidak mempermasalahkan cerita novel itu. “Kami juga tidak akan
melacak novel yang menjadi rujukan buku tersebut,” katanya. Pihaknya hanya
mempersoalkan penggalan cerita yang dipilih untuk menjadi bahan bacaan dalam
buku pelajaran itu. “Kalau untuk bacaan siswa seharusnya dipilih penggalan
cerita yang bersifat mendidik,” katanya.
Dalam
somasi yang dikirim, Arief meminta Menteri Nuh segera menarik serta merevisi
buku tersebut. Dia juga meminta agar Menteri Nuh segera meminta maaf secara
terbukan kepada masyarakat. Tujuannya, agar menjadi rehabilitasi terhadap
pemahaman siswa yang terdampak oleh materi buku tersebut. (Ahmad Rafiq).
Demikian berita
yang disiarkan Koran
Tempo, Sabtu, 13
September 2014. Berita tersebut melaporkan bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
telah lalai membiarkan buku pelajaran
bahasa Indonesia untuk SMP/MTs kelas IX terbit dan beredar di kalangan siswa
SMP dan MTs. Padahal buku versi elektronik tersebut melecehkan warga negara
Indonesia (WNI) keturunan Arab.
Pelecehan
terhadap ras Arab memang akan berdampak negatif dalam kehidupan bersama. Soalnya,
sikap tersebut mempengaruhi sikap orang lain dalam menerima ras Arab. Bahkan,
sikap itu bisa menjadi penghalang bagi usaha menciptakan persatuan Indonesia.
Seharusnya
buku bahasa Indonesia untuk SMP/MTs tersebut membangun solidaritas di antara
berbagai ras yang ada di Indonesia. Sebabnya, solidaritas, kata Kasdin Sihotang
(2009:115), merupakan cara melihat realitas dan menerima orang lain, bahkan
dalam melihat dunia. Solidaritas merupakan sikap yang dekat dengan pengalaman
hidup seorang individu. Solidaritas, bahkan, bisa menjadi sebuah prinsip yang
mempersatukan setiap orang menurut partisipasinya dalam kehidupan bersama,
Dalam
konteks ini, protes WNI keturunan Arab kepada Menteri Pendidikan Kebudayaan
masuk akal. Dengan pelecehan itu, mereka bukan mustahil tidak diterima di dalam
pergaulan bersama. Mungkin ada yang bilang bahwa protes itu berlebihan. Namun,
yang diingatkan berita tersebut bahwa, semua yang memungkinkan terhalangnya
kebersamaan dalam masyarakat perlu dihindari. Semua yang memungkinkan
terganggunya persatuan di Indonesia perlu dihilangkan.
Nah,
kita memerlukan Raihul Fadjri dan wartawan-wartawan lain yang mampu melihat
sesuatu yang bisa menghalangi kebersamaan dalam masyarakat dan mengganggu
persatuan Indonesia.***
Rejodani, 15 September 2014
0 komentar:
Posting Komentar