usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Rabu, 17 September 2014


       Tradisi, kata almarhum W.S. Rendra (2007:2), merupakan kebiasaan bersama dalam masyarakat manusia, yang secara otomatis akan mempengaruhi aksi-reaksi para anggota masyarakat itu dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan yang menjadi sumber kebiasaan tersebut, antara lain pengertian baik-buruk, benar-salah, pantas-tidak pantas, adil-tidak adil, halal-tidak halal, yang semuanya bersumber pada agama, kepercayaan, mitologi, ideologi masyarakat. Dengan begitu, tradisi bisa berubah. Hanya saja, perubahan itu sesuai dengan perkembangan penghayatan terhadap semua sumber kebiasaan masyarakat.

Meminjam pengertian tradisi di atas, tradisi jurnalisme adalah kebiasaan bersama dalam proses jurnalisme, yang secara otomatis mempengaruhi pengambilan keputusan tentang berita yang laik siar. Salah satu kebiasan bersama yang penting adalah proses gatekeeping (kepenjagaan gawang). Yang melakukan proses ini disebut gatekeeper (penjaga gawang), mulai dari redaktur pelaksana, wakil pemimpin redaksi, hingga pemimpin redaksi.

Kepenjagaan gawang merupakan proses pemilihan fakta yang kemudian dikonstruksikan menjadi sebuah berita dan disiarkan kepada khalayak. Kalau berita tersebut diterima khalayak, tentu ia menentukan versi khalayak dalam memandang realitas sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Bahkan, ia bisa menjadi sebuah visi dalam memandang dunia ini. Wajar bila berita memiliki makna sosial.

            Dari sisi gatekeeper, selalu muncul keinginan agar berita yang disiarkannya bermanfaat buat khalayak. Semakin banyak manfaat yang dirasakan khalayak, semakin senang sang gatekeeper. Keadaan ini menyebabkan gatekeeper harus memperhatikan khalayak. Nah, kegiatan gatekeeper memperhatikan khalayak ini, oleh Kasdin Sihotang (2009:113) dianggap merupakan bagian dari nilai sosialitas.

            Bila dililihat lebih lanjut, keadaan ini akan menjadikan seorang gatekeeper merasa bahwa khalayak bermanfaat buat dirinya. Dia menjalani profesinya karena, terutama, keberadaan khalayak. Dia menjadi gatekeeper karena diperteguh khalayak. Tegasnya, dia menjadi subjek menjalani profesinya karena ada subjek lain yang bernama khalayak. Tanpa terasa terjadilah kondisi: gatekeeper dan khalayak membutuhkan satu sama lain dalam rangka menyiarkan berita yang bermanfaat buat khalayak.

            Bertolak dari kenyataan ini kita tentu boleh berpendapat bahwa hidup gatekeeper dan khalayak merupakan hubungan timbal balik. Dalam hubungan seperti inilah lahir keputusan gatekeeper untuk menyiarkan berita yang sampai kepada khalayak. Berita ini menjadi bagian dari realitas yang dirasakan oleh khalayak. Tanpa sadar gatekeeper sudah menjadi pihak yang terlibat dalam pembentukan realitas sosial.

            Seorang gatekeeper yang baik tentu saja berusaha menyiarkan berita tentang peristiwa atau ide yang akurat. Dia akan berusaha menjadikan berita yang dia siarkan sebagai gambaran dari dunia yang sesungguhnya. Namun, secara umum, gatekeeper tidak lepas dari usaha untuk menyiarkan berita dengan cara semenarik mungkin. Bukankah kita selalu ingat dengan jargon tentang praktik kerja media pers: media pers tidak menjual peristiwa, melainkan menjual berita tentang peristiwa itu?***

Rejodani, 15 September 2014




0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.