usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Minggu, 03 Agustus 2014




Media asing cenderung memihak Israel dalam serangan Gaza.

New York—saat Israel menyerang Gaza pada awal 209, Ayman Mohyeldin merupakan satu dari segelintir jurnalis yang berada di lokasi untuk melaporkan kejadian itu. Ia juga melaporkan kisah serangan udara Israel ke Gaza pada November 2012. Dan Rabu lalu, pria keturunan Mesir itu kembali menjadi saksi serangan brutal Israel yang menewaskan empat anak Palestina di Pantai Gaza.

     “Saya dan rekan saya sempat berhenti menemui mereka (keempat korban). Kami bahkan sempat bermain sepak bola bersama mereka selama beberapa menit,” kata Ayman kepada Chris Hayes dari MSNBC. Beberapa menit setelah Ayman dan rekannya pergi, keempat bocah itu tewas dihantam dua misil kapal perang Israel, saat masih bermain bola.

     Ayman sempat mewawancarai salah satu bocah yang selamat dalam serangan itu di rumah sakit. Melalui akun Facebook, jurnalis stasiun televisi Amerika Serikat, NBC News, itu mengunggah foto dan video yang menampilkan kesedihan luar biasa seorang ibu yang anaknya tewas dalam insiden tersebut.

      Namun, hanya sehari kemudian, Ayman tak lagi berada di Gaza saat Israel memulai serangan darat pada Kamis lalu. Ia juga tidak meliput konflik lain wilayah Timur Tengah, seperti Yarussalem maupun Kairo. Ayman pun tak lagi aktif di media sosial, di mana ia memiliki banyak pengikut karena kerap menyajikan cuitan, foto, hingga video terbaru dalam serangan di Gaza. Tentu saja dengan perspektif korban alias warga Gaza.

     Rupanya NBC News memutuskan untuk menarik Ayman dari Gaza. Menurut jurnalis Glenn Greenwald kepada The Intercept, petinggi stasiun televisi itu, David Verdi, mengatakan bahwa pertimbangan keamanan menjadi alasan penarikan Ayman dari Gaza. Anehnya, setelah menarik Ayman, NBC  kemudian mengirimkan Richard Engel, kepala koresponden asing keturunan Yahudi, ke Gaza.

    Keputusan itu membuat rekan-rekan Ayman di NBC berang. “Ayman melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam liputan Gaza dan dia merupakan kolega yang sangat dihormati,” ujar Andrea Mitchell, kepala koresponden urusan luar negeri NBC, kepada Huffington Post. Sejumlah jurnalis dari media lain hingga pengikut Ayman di Twitter turut meradang. Tagar #LetAymanreport pun sempat menjadi topik terpopuler di Twitter.

     Banyak pihak menuding, pencopotan Ayman dari liputan Gaza dipicu oleh sebuah cuitannya terkait dengan kematian keempat bocah Palestina. Dalam cuitan tersebut, Ayman menulis bahwa Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan Hamas menjadi pihak paling bertanggung jawab atas kematian bocah Palestina karena menolak gencatan senjata. Cuitan itu kemudian dihapus.

Adapun Greenwald, jurnalis yang bekerja sama dengan Edward Snowden saat membuka rahasia kelam badan intelijen Amerika Serikat, memiliki prasangka berbeda. Menurut Greenwald, selama dua pekan liputan Ayman di Gaza, “Ia memberikan laporan yang lebih berimbang daripada media mainstream AS yang pro Israel. Laporannya menyediakan konteks ihwal konflik yang selama ini hilang dari laporan media AS lainnya.”

Alhasil, sejumlah media konservatif pro-Israel di Negeri Abang Sam menyebut Ayman sebagai “juru bicara Hamas” hingga “pro-tikus Hamas.”

Bias laporan konflik Gaza memang sangat massif di Amerika Serikat  dan sejumlah negara Barat lainnya. Demonstrasi besar-besaran terhadap kantor berita Inggris, BBC, terjadi di sejumlah kota besar Inggris, seperti London, Newcastle, Manchester, dan Liverpool, pada Selasa lalu. Massa memprotes laporan BBC yang dinilai sangat berpihak pada Israel sebagai agresor dalam konflik Gaza. *Huffington Post/The Intercept/Mondoweiss/The Independent-(Sita Planasari Aquadini: sitaplanasari@tempo.co.id).

Demikianlah berita yang disiarkan Koran Tempo, Sabtu, 19 Juli 2014. Berita tersebut menunjukkan bahwa petinggi NBC News tidak merasa happy dengan berita yang disiarkan Ayman Mohyeldin. Dia menarik Ayman dari Gaza dan menggantinya dengan Richard Engel, keturunan Yahudi. Mengapa diganti juga dijelaskan oleh berita di atas, karena NBC News tidak ingin ada berita tentang Gaza yang tidak mengutamakan kepentingan Israel.

NBC merupakan salah satu stasiun televisi swasta raksasa Amerika Serikat (AS). Ia, kata Amien Rais (2008:117), sangat berpengaruh dalam meletakkan arah pemberitaan di AS. Ia harus sejalan dengan korporasi yang membiayainya. Akibatnya, wartawan dan korespondennya harus mengerti kepentingan korporasi yang membiayai televisi itu. Kalau tidak, mereka bisa dipindahkan, diskors atau dipecat. 

Kenyataan ini menunjukkan bahwa posisi televisi sebagai pilar keempat demokrasi tidak lagi berlaku sepenuhnya di AS. Televisi sudah menjadi corong korporasi besar. Lalu, apa tujuannya? Tentu saja bukan untuk melindungi kepentingan masyarakat, melainkan untuk melindungi kepentingan korporasi besar tersebut. Lantas, bagaimana mungkin kita berharap televisi swasta raksasa AS lain, seperti ABC, CBS, dan CNN menyiarkan berita yang berpangkal dan bermuara kepada kemanusiaan seperti yang disarankan oleh Jakob Oetama?

Repotnya, apa yang terjadi di televisi AS sudah dianggap baik oleh televisi swasta Indonesia. Televisi swasta Indonesia pun ingin menirunya. Sejauh ini, televisi swasta Indonesia sudah berhasil menirunya (Baca: Intervensi Bos Televisi Tak Kunjung Henti). Maka, masih perlukah kita bertanya lagi tentang kondisi berita yang disiarkan televisi swasta Indonesia?

Kita perlu berterima kasih kepada Sita Planasari Aquadini yang telah membuka kesadaran kita bersama tentang politik pemberitaan salah satu televisi swasta raksasa AS.***

Rejodani, 31 Juli 2014

0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.