Proses jurnalisme tidak bisa berjalan dengan baik tanpa tatakelola
jurnalisme yang terbangun dengan baik. Tatakelola jurnalisme dibangun oleh
sebuah mekanisme. Maka proses jurnalisme merupakan implementasi mekanisme tatakelola
jurnalisme.
Bila dilihat lebih jauh, mekanisme tatakelola jurnalisme meliputi, pertama, liputan peristiwa/ide. Secara
umum terdapat empat peristiwa yang bisa diliput, yakni: (i) peristiwa yang
sudah diduga akan terjadi, (ii) peristiwa yang terjadi mendadak sontak, (iii)
peristiwa yang direncanakan akan terjadi, dan (iv) gabungan peristiwa terduga
dan tidak terduga.
Kecuali peristiwa, seorang reporter bisa juga meliput ide.
Untuk memperoleh
fakta dari peristiwa/ide di atas, seorang reporter bisa menggunakan teknik
pengumpulan fakta yang lazim. Teknik pengumpulan fakta ini, secara umum terdiri
atas observasi, wawancara, konferensi pers, dan press release.
Kedua, penulisan
berita. Penulisan berita secara umum
tentu harus patuh pada kaidah-kaidah pokok jurnalisme dan kaidah-kaidah penulis
berita yang berlaku dalam sebuah media pers. Kaidah penulisan yang umum
meliputi format berita dan teknik penulisan berita. Mengenai format berita, secara
umum, terdiri atas berita langsung (straight
news), berita ringan (soft news),
berita kisah (feature), dan kolom (column), baik yang ditulis awak media
pers maupun yang ditulis orang luar.
Ketiga, penyuntingan
berita. Penyuntingan berita berawal dari penilaian terhadap berita yang
sudah ditulis. Yang menilai, biasanya, redaktur. Sedangkan yang dinilai
meliputi redaksi dan substansi berita.
Dalam menilai, redaktur akan melihat: (i) apakah informasi yang
disampaikan bisa dipahami oleh pembaca dengan cepat, (ii) apakah framing yang dibuat sesuai dengan framing media bersangkutan, (iii) apakah
cara penyajiannya menggunakan bahasa jurnalistik ala media bersangkutan, dan
(iv) apakah informasi yang disampaikan mengutamakan kepentingan khalayak
(dinkes.slemankab.go.id/wp-content/uploads/2011/11/Editing.ppt, diakses 28
Februari 2014).
Kalau ternyata redaktur menemukan kesalahan pada substansi atau redaksi
berita, redaktur berhak menyuruh reporter untuk mengubahnya. Dia akan
memberikan check list semua yang
perlu diperbaiki. Dalam keadaan begini, reporter bisa mendiskusikannya. Namun,
dia tidak kuasa menolak perintah redaktur.
Dalam kondisi tertentu, redaktur bisa saja memperbaiki sendiri kesalahan
yang dilakukan redaktur. Dia, dengan pengetahuan dan pengalamannya, bisa
menulis ulang berita tersebut sehingga menjadi berita yang efektif untuk ukuran
media pers tempatnya bekerja. Kalau ini yang terjadi, tentu reporter tidak
perlu repot mencari fakta untuk melengkapi berita, atau menulis ulang berita.
Pada titik ini, mungkin kita akan
bertanya, apa pegangan redaktur dalam menyunting berita? Jawabannya hanya satu:
pengetahuan tentang visi, misi, dan kebijakan redaksional media pers tempat dia
bekerja. Tegasnya, pengetahuan tentang gambaran ideal medianya dan gambaran
ideal khalayak yang akan dibentuk medianya. Bertolak dari pengetahuan inilah
dia menyelaraskan isi berita yang ditulis reporter dengan visi, misi, dan
kebijakan redaksional media persnya.
Dari jawaban ini kita tentu mengerti bahwa redaktur tahu persis bagaimana
mencapai gambaran ideal medianya dan gambaran ideal khalayak yang akan dibentuk
medianya. Dia siap memperbaiki segala kesalahan yang terkandung dalam berita,
mulai dari muatan isi, tata bahasa, hingga pilihan kata. Dengan kata lain, dia
siap mengejawantahkan dirinya sebagai “hati nurani” media pers tempat dia
bekerja.
Keempat, penyiaran
berita. Penyiaran berita merupakan bagian terakhir dari mekanisme
tatakelola jurnalisme. Dalam konteks ini, gatekeeper,
biasanya redaktur pelaksana akan meninjau semua berita yang sudah disunting
oleh redaktur. Dia, secara struktur, memang memiliki wewenang untuk menentukan
apakah sebuah berita layak disiarkan atau tidak.
Secara praktis, gatekeeper akan
mengevaluasi sejauh mana berita yang sudah disunting redaktur merupakan
implementasi kebijakan redaksional yang berdasarkan visi dan misi media pers
bersangkutan. Dia akan menilai apakah fakta yang terkandung dalam berita itu
benar dan bersifat objektif sehingga mendorong khalayak berpendapat secara
rasional. Yang terakhir ini penting mengingat ia bisa menjadi dasar kuat untuk
bisa ambil bagian (sharing) dalam
kehidupan publik.
Dengan begitu, gatekeeper menjadi
filter terakhir dalam jajaran redaksi sebuah media pers dalam menentukan laik
tidaknya sebuah berita disiarkan. Dia otonom melakukan tugasnya. Dia juga bebas
menentukan sikapnya. Tegasnya, gatekeeper
memegang kendali sepenuhnya terhadap penyiaran sebuah berita. Keputusannya
tidak bisa diganggu gugat. ***
Rejodani,
30 Juni 2014
0 komentar:
Posting Komentar