usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Kamis, 11 Agustus 2016






Adapun fenomena kejanggalan itu antara lain pers cenderung tidak tertarik memperdalam fakta-fakta hukum dan pernyataan Susno Duadji yang sudah disampaikannya berkali-kali, baik kepada pers maupun pihak terkait, bahwa dirinya tidak terlibat dugaan kriminalisasi KPK. Alasan Susno Duadji yang menyebutkan dirinya tidak menangani kasus KPK, ternyata tidak menjadi inspirasi bagi insan pers untuk mengolahnya sebagai tema laporan utama atau wawancara dengan Susno Duadji. 

Demikian keterangan yang tertulis dalam buku Mereka Menuduh Saya (hal. 437) karya Achmad Setiyaji. Keterangan ini menyindir media pers yang tidak berusaha untuk menggali lebih dalam keterangan Susno Duadji. Padahal dia menjadi obyek pemberitaan.

Pada halaman lain, buku yang sama, seorang kolega Susno Duadji mengungkapkan keheranannya tentang sikap media pers. Katanya:


Biasanya, kan pers kritis terhadap suatu isu dengan pola kerjanya menelusuri penanggungjawab suatu kasus dan mengungkapkannya dalam suatu tulisan berita atau laporan mendalam sebagai cerminan pers bersangkutan telah menjalankan fungsi persnya melakukan penyebaran informasi, mendidik masyarakat, dan kontrol sosial. Tapi, kenapa ya, kok untuk isu yang menuduh Susno Duadji sebagai otak rekayasa kriminalisasi KPK ternyata pers tidak melakukan itu (hal. 438).


          Kutipan ini menunjukkan bahwa khalayak mengerti bahwa media pers selalu kritis terhadap sebuah isu. Namun, ketika memberitakan isu tentang Susno Duadji tentang otak kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), media pers sama sekali tidak kritis. Media pers mengikuti saja kemauan khalayak. Akibatnya, media pers melanggar azas praduga tak bersalah, melakukan trial by the press, dan yang lebih celaka lagi, tidak mendidik khalayak.

          Sebagai sebuah fenomena politik, tentu isu Susno Duadji sebagai otak kriminalisasi KPK sarat dengan kepentingan, sikap, dan pikiran politik. Isu tersebut dipakai untuk menjatuhkan Susno Duadji dan menaikkan orang lain. Karena kepentingan satu pihak sudah terlanjur lebih penting dari kepentingan bersama, Susno Duadji harus menjadi korban politik. 

          Apapun alasannya, nilai kritis jurnalisme tidak boleh luntur. Justru dengan nilai kritis itulah selama ini media pers mampu mengungkapkan informasi yang tersembunyi. Dengan nilai kritis itu pula media pers mampu membedah sebuah kasus menggunakan jurnalisme investigatif. Untuk itu, media pers tidak boleh lagi mengulangi kasus Susno Duadji. Jadikanlah itu kasus terakhir dalam praktik jurnalisme Indonesia.  

          Persoalannya lantas, apa yang harus dilakukan jurnalisme agar tetap memelihara nilai kritisnya? Jawabannya tegas: “jujur” dan “adil”. Jujur di sini hendaklah dipahami sebagai jujur kepada diri wartawan sendiri, jujur kepada Tuhan, dan jujur kepada khalayak. Sedangkan adil haruslah dimaknai sebagai “menempatkan sesuatu pada tempatnya”.

          Mungkin saja petuah ini hanya mudah dibicarakan, tetapi sulit untuk dilaksanakan. Soalnya, kata A. Mustofa Bisri dalam buku Mencari Bening Mata Air (hal 125), sekalipun dianugerahi akal dan nurani, manusia dilengkapi ‘athifah, perasaan benci dan suka. Dominasi perasaan benci atau suka kadang-kadang bisa mengalahkan akal dan nurani. Kalau sudah begini, wartawan dituntut untuk tidak terlalu benci atau suka. Mereka boleh benci atau suka, tetapi sekadarnya saja, agar tidak mengalahkan akal dan nuraninya.*** 

Rejodani, 1 Agustus 2016
 


0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.