usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Selasa, 01 Maret 2016

Pencadangan Masih Ditambah, tetapi Lebih Optimistis


JAKARTA, KOMPAS—Perbankan masih menambah pencadangan kerugian penurunan nilai untuk mengantisipasi kredit bermasalah di tengah pertumbuhan ekonomi yang moderat. Langkah ini mengakibatkan pertumbuhan laba bersih bank tahun lalu tidak signifikan.
Nilai pencadangan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk per akhir 2015 sebesar Rp 12,042 triliun, meningkat 117,8 persen dibandingkan dengan 2014. Dengan pencadangan yang naik sebesar itu, laba bersih hanya tumbuh 2,3 persen selama setahun menjadi Rp 20,335 triliun.
Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin, dalam paparan kinerja Bank Mandiri di Jakarta, Selasa (23/2), menjelaskan, alokasi pencadangan diperbesar agar risiko bisnis bank makin terjaga.
“Dengan pencadangan yang terus meningkat, kami berharap tahun ini bisnis tumbuh lebih baik dan berkualitas,” kata Budi.
Rasio kredit bermasalah (nett) Bank Mandiri pada 2015 sebesar 0,9 persen, meningkat dari posisi 2014 yang sebesar 0,81 persen.
Direktur Keuangan Bank Mandiri Kartika Wirjoatmojo menuturkan, pencadangan dibuat melebihi kebutuhan dasarnya, yakni sebesar kredit bermasalah. Rasio pencadangan yang melebihi kebutuhan dasar itu memungkinkan bank mengantisipasi potensi penurunan kredit di masa mendatang.
Bank Mandiri membukukan pertumbuhan kredit dan pendapatan bunga bersih yang signifikan. Penyaluran kredit 2015 mencapai Rp 595,457 triliun, tumbuh 12,4 persen. Pertumbuhan kredit lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan kredit industri perbankan 2015 yang sebesar 10,5 persen.
Pendapatan bunga bersih juga meningkat signifikan, yakni 15,9 persen, menjadi Rp 45,36 triliun. Adapun biaya dana tumbuh 11,5 persen menjadi Rp 26,2 triliun. Menurut Budi, pertumbuhan dana murah dari tabungan dan giro cukup besar sehingga pertumbuhan beban bunga bersih.
Total dana murah dari tabungan dan giro sebesar Rp 443,87 triliun, tumbuh 16,7 persen dibandingkan dengan akhir 2014. Adapun total dana pihak ketiga mencapai Rp 676,387 triliun, hanya tumbuh 6,3 persen. Pertumbuhan dana murah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga ini menyebabkan pertumbuhan biaya dana tak terlalu signifikan.
“Ini merupakan salah satu strategi untuk menjaga profitabilitas di tengah kondisi ekonomi yang menantang. Ke depan, strategi peningkatan komposisi dana murah akan terus dilakukan,” kata Budi.
Maybank optimistis
Secara terpisah, Presiden Direktur PT Bank Maybank Indonesia Tbk (Maybank Indonesia) Taswin Zakaria optimistis kinerja perusahaan akan baik. Optimisme itu terutama ditopang keberlanjutan proses transformasi dan konsolidasi internal Maybank Indonesia dalam dua tahun terakhir.
Di tengah tekanan pelemahan perekonomian global, Maybank Indonesia mencari pendapatan di luar pemberian pinjaman.
“Jika ekonomi tumbuh, pertumbuhan kredit akan terjaga. Selama likuiditas dan biaya terjaga, tidak perlu khawatir penurunan pendapatan bunga perbankan, termasuk di perusahaan kami,” kata Taswin.
Manajemen Maybank Indonesia menargetkan pertumbuhan kredit tahun ini 11-12 persen.
Laba bersih Maybank Indonesia 2015 sebesar Rp 1,14 triliun, naik 60,9 persen dari 2014. pendapatan bunga bersih naik 9,4 persen, dari Rp 5,93 triliun menjadi Rp 6,49 triliun. Margin bunga bersih meningkat tipis dari 4,78 persen menjadi tipis dari 4,78 persen 4,86 persen.
Taswin menyatakan, Maybank Indonesia tidak terpaku pada pendapatan dari margin bunga bersih. Ruang pendapatan lain yang dapat mendukung pendapatan perseroan di luar jasa pinjaman antara lain jasa kanal elektronik. Peningkatan pendapatan bunga bersih antara lain melalui kedisiplinan bank menetapkan suku bunga pinjaman dan mengelola pendanaan. (AHA/BEN).
Berita di atas disiarkan Kompas, 24 Februari 2016. Ia menunjukkan bahwa Bank Mandiri dan Maybank Indonesia menyiapkan strategi khusus untuk mengantisipasi pelemahan ekonomi global. Bank Mandiri menambah pencadangan kerugian penurunan nilai untuk mengantisipasi kredit bermasalah. Akibatnya, pertambahan laba bersih Bank Mandiri tahun 2015 tidak signifikan. Sedangkan Maybank Indonesia mencari pendapatan di luar pemberian pinjaman. Maybank Indonesia malah tidak terlalu khawatir dengan penurunan laba bersihnya.
          Tidak bisa dipungkiri langkah yang dilakukan oleh kedua bank di atas merupakan usaha untuk meningkatkan pertumbuhan bank dalam jangka panjang. Memang usaha itu menyebabkan pertambahan laba bersihnya berkurang untuk periode tertentu. Namun, dalam jangka panjang usaha tersebut dibayangkan akan meningkatkan pertumbuhan bank.
          Kalau kelak ternyata pertumbuhan kedua bank tersebut tidak meningkat, itulah takdir mereka. Mereka sudah melakukan yang terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan bank. Hasrat untuk memperbesar ukuran bank sudah mereka tunjukkan. Mereka juga sudah menyalurkan hasrat itu dengan baik. Hasilnya, tentu akan tercatat dalam sejarah perbankan Indonesia.***
Rejodani, 29 Februari 2016

0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.