Sultan Imbau Jangan Timbun
BBM
Yogya
(KR)—Pemerintah Daerah (Pemda) DIY menegaskan pengurangan kuota Bahan Bakar
Minyak (BBM) subsidi pasca APBN Perubahan tidak terlalu mengkhawatirkan
dampaknya selama proporsional penerapannya. Untuk itu, pihaknya selalu
mengimbau masyarakat yang mampu untuk mengkonsumsi BBM nonsubsidi. Imbauan juga
diberikan agar masyarakat tidak menimbun BBM subsidi selama pembatasan maupun
pengurangan kuota diberlakukan.
“BBM
subsidi selama ini banyak dikonsumsi daerah-daerah yang banyak industrinya,
sementara DIY sendiri BBM subsidi banyak diakses transportasi umum dan kendaraan
berat. Jadi kalau pengurangan kuota BBM subsidi yang masih menunggu keputusan
pemerintah pusat itu proporsional tidak masalah bagi kita,” ujar Asekda
Perekonomian dan Pembangunan Sekda DIY, Didik Purwadi kepada KR, Senin
(11/8).
Didik
menyatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan instansi terkait yaitu Dinas
Pekerjaan Umum Perumahan (PUP) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) DIY dan PT
Pertamina (Persero) terkait keputusan pemerintah mengurangi kuota BBM subsidi
DIY tidak akan terlalu dikurangi banyak mengingat kebutuhan BBM subsidi DIY
tergolong kecil sehingga dampaknya tidak terlalu signifikan nantinya. Secara
umum, Pertamina juga menjamin pasokan lancar dan aman hingga pemenuhan
September, Oktober dan November yang tidak terlalu terpengaruh dengan
penyesuaian pengurangan kuota BBM subsidi.
“Kami
belum tahu kuota BBM subsidi DIY akan dikurangi berapa oleh pemerintah pusat,
tetapi karena kita bukan daerah industri atau masuk golongan klaster
pertambangan, pelabuhan dan perkebunan. Dipastikan pengurangan tidak terlalu
signifikan sehingga dampaknya tidak mengkhawatirkan nantinya,” tandas Didik.
Selain
itu, pihaknya juga bakal menggelar rapat koordinasi dengan Tim Pengendali
Inflasi Daerah (TPID) DIY terkait penyesuaian pengurangan kuota BBM subsidi tersebut.
Pasalnya pengurangan tersebut tetap harus dipastikan ketersediaan dan
konsumsinya dengan harapan masyarakat juga bias ikut menyesuaikan sehingga
nantinya tidak berimbas terhadap kenaikan inflasi daerah. Pemda DIY sendiri
selama ini sudah menerapkan penggunaan BBM nonsubsidi bagi seluruh mobil
dinasnya, kini giliran masyarakat yang mampu sebaiknya mengkonsumsi BBM
nonsubsidi tersebut.
“Kami
memastikan dengan pengurangan kuota tersebut kebutuhan BBM subsidi di DIY tetap
terjaga sehingga tidak menimbulkan kepanikan masyarakat. Masyarakat jangan
termakan isu-isu dan jangan menimbun BBM subsidi yang bakal merugikan orang
banyak dan dirinya sendiri nantinya,” imbuh anggota Tim Pengarah TPID DIY
tersebut.
Lebih
lanjut disampakannya, Pemda DIY akan menerima kebijakan pengurangan kuota BBM
subsidi tersebut jika dirasa tidak memberatkan masyarakat.
Kepala Dinas PUP ESDM
DIY, Rani Syamsinarsi mengaku pihaknya belum mendapatkan kepastian pengurangan
kuota BBM subsidi bagi DIY, mengingat hal tersebut masih dibahas di tingkat
pusat dan belum dibagi setiap provinsi. Namun Rani memastikan apabila kuota
akan dikurangi, pengurangan tersebut bagi DIY tidak akan berdampak besar.(M-3)-k
Demikianlah berita yang disiarkan
oleh harian Kedaulatan
Rakyat, Selasa, 12
Agustus 2014. Tema beritanya bagus, Pemerintah Daerah (Pemda) Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) menghimbau masyarakat yang mampu untuk tidak menimbun BBM
subsidi. Himbauan ini masuk akal. Soalnya, penimbunan itu akan merugikan orang
banyak.
Posisi Pemda DIY hanya
bisa menghimbau. Ia tidak punya kekuatan apa-apa untuk memaksa masyarakat.
Jangankan Pemda DIY, pemerintah pusat saja tidak berdaya menghadapi persoalan
subsisid BBM. Simaklah laporan Koran
Tempo, 8 Agustus 2014 berikut:
Saban tahun pemerintah menetapkan kuota subsidi BBM, saban tahun pula kuota itu jebol. Tahun ini, pemerintah tak diperkenankan lagi menambah kuota BBM yang telah ditetapkan sebesar 46 juta kiloliter (kl). Program pembatasan menjadi senjata terakhir (hal. 1).
Kutipan
ini menunjukkan bahwa masyarakat harus bersedia menerima pembatasan pembelian
BBM bersubsidi, apa pun cara yang dipilih. Pembatasan ini, pada tingkat makro,
akan menyelamatkan Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (APBN). Dari pembatasan
itu, negara bisa menghemat banyak dana. Dana ini bisa dipakai untuk keperluan
lain, misalnya untuk membangun infrastruktur. Dengan kata lain, berita di atas
menunjukkan satu cara yang bisa dilakukan masyarakat untuk “berbuat baik”
kepada negara.
Sayang
sekali, berita tersebut tidak standar. Sebagai sebuah berita langsung (hard news), judul berita, yang menjadi
inti berita, harus muncul dalam lead.
Sayang, kata “Sultan” yang muncul dalam judul berita sama sekali tidak muncul
dalam lead. Aneh. Mengapa surat kabar tertua Indonesia
itu melupakan salah satu prinsip menulis berita langsung yang bersifat
universal?***
0 komentar:
Posting Komentar