usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Jumat, 15 Agustus 2014


Sultan Imbau Jangan Timbun BBM


  Yogya (KR)—Pemerintah Daerah (Pemda) DIY menegaskan pengurangan kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi pasca APBN Perubahan tidak terlalu mengkhawatirkan dampaknya selama proporsional penerapannya. Untuk itu, pihaknya selalu mengimbau masyarakat yang mampu untuk mengkonsumsi BBM nonsubsidi. Imbauan juga diberikan agar masyarakat tidak menimbun BBM subsidi selama pembatasan maupun pengurangan kuota diberlakukan.
  “BBM subsidi selama ini banyak dikonsumsi daerah-daerah yang banyak industrinya, sementara DIY sendiri BBM subsidi banyak diakses transportasi umum dan kendaraan berat. Jadi kalau pengurangan kuota BBM subsidi yang masih menunggu keputusan pemerintah pusat itu proporsional tidak masalah bagi kita,” ujar Asekda Perekonomian dan Pembangunan Sekda DIY, Didik Purwadi kepada KR, Senin (11/8).
   Didik menyatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan instansi terkait yaitu Dinas Pekerjaan Umum Perumahan (PUP) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) DIY dan PT Pertamina (Persero) terkait keputusan pemerintah mengurangi kuota BBM subsidi DIY tidak akan terlalu dikurangi banyak mengingat kebutuhan BBM subsidi DIY tergolong kecil sehingga dampaknya tidak terlalu signifikan nantinya. Secara umum, Pertamina juga menjamin pasokan lancar dan aman hingga pemenuhan September, Oktober dan November yang tidak terlalu terpengaruh dengan penyesuaian pengurangan kuota BBM subsidi.
   “Kami belum tahu kuota BBM subsidi DIY akan dikurangi berapa oleh pemerintah pusat, tetapi karena kita bukan daerah industri atau masuk golongan klaster pertambangan, pelabuhan dan perkebunan. Dipastikan pengurangan tidak terlalu signifikan sehingga dampaknya tidak mengkhawatirkan nantinya,” tandas Didik.
  Selain itu, pihaknya juga bakal menggelar rapat koordinasi dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) DIY terkait penyesuaian pengurangan kuota BBM subsidi tersebut. Pasalnya pengurangan tersebut tetap harus dipastikan ketersediaan dan konsumsinya dengan harapan masyarakat juga bias ikut menyesuaikan sehingga nantinya tidak berimbas terhadap kenaikan inflasi daerah. Pemda DIY sendiri selama ini sudah menerapkan penggunaan BBM nonsubsidi bagi seluruh mobil dinasnya, kini giliran masyarakat yang mampu sebaiknya mengkonsumsi BBM nonsubsidi tersebut.
  “Kami memastikan dengan pengurangan kuota tersebut kebutuhan BBM subsidi di DIY tetap terjaga sehingga tidak menimbulkan kepanikan masyarakat. Masyarakat jangan termakan isu-isu dan jangan menimbun BBM subsidi yang bakal merugikan orang banyak dan dirinya sendiri nantinya,” imbuh anggota Tim Pengarah TPID DIY tersebut.
  Lebih lanjut disampakannya, Pemda DIY akan menerima kebijakan pengurangan kuota BBM subsidi tersebut jika dirasa tidak memberatkan masyarakat.
Kepala Dinas PUP ESDM DIY, Rani Syamsinarsi mengaku pihaknya belum mendapatkan kepastian pengurangan kuota BBM subsidi bagi DIY, mengingat hal tersebut masih dibahas di tingkat pusat dan belum dibagi setiap provinsi. Namun Rani memastikan apabila kuota akan dikurangi, pengurangan tersebut bagi DIY tidak akan berdampak besar.(M-3)-k

Demikianlah berita yang disiarkan oleh harian Kedaulatan Rakyat, Selasa, 12 Agustus 2014. Tema beritanya bagus, Pemerintah Daerah (Pemda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menghimbau masyarakat yang mampu untuk tidak menimbun BBM subsidi. Himbauan ini masuk akal. Soalnya, penimbunan itu akan merugikan orang banyak.

Posisi Pemda DIY hanya bisa menghimbau. Ia tidak punya kekuatan apa-apa untuk memaksa masyarakat. Jangankan Pemda DIY, pemerintah pusat saja tidak berdaya menghadapi persoalan subsisid BBM. Simaklah laporan Koran Tempo, 8 Agustus 2014 berikut:

Saban tahun pemerintah menetapkan kuota subsidi BBM, saban tahun pula kuota itu jebol. Tahun ini, pemerintah tak diperkenankan lagi menambah kuota BBM yang telah ditetapkan sebesar 46 juta kiloliter (kl). Program pembatasan menjadi senjata terakhir (hal. 1).

            Kutipan ini menunjukkan bahwa masyarakat harus bersedia menerima pembatasan pembelian BBM bersubsidi, apa pun cara yang dipilih. Pembatasan ini, pada tingkat makro, akan menyelamatkan Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (APBN). Dari pembatasan itu, negara bisa menghemat banyak dana. Dana ini bisa dipakai untuk keperluan lain, misalnya untuk membangun infrastruktur. Dengan kata lain, berita di atas menunjukkan satu cara yang bisa dilakukan masyarakat untuk “berbuat baik” kepada negara.

            Sayang sekali, berita tersebut tidak standar. Sebagai sebuah berita langsung (hard news), judul berita, yang menjadi inti berita, harus muncul dalam lead. Sayang, kata “Sultan” yang muncul dalam judul berita sama sekali tidak muncul dalam lead.  Aneh. Mengapa surat kabar tertua Indonesia itu melupakan salah satu prinsip menulis berita langsung yang bersifat universal?***

Rejodani, 15 Agustus 2014

0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.