Kata-kata dan tindakan manusia sama
sekali tidak bermakna jika tidak diletakkan dalam konteks (Bateson, 1988).
Itulah sebabnya para orang bijak tidak buru-buru memaknai pembicaraan atau
tindakan seseorang. Mereka akan menghubungkan pembicaraan atau tindakan itu
dengan nilai-nilai yang berlaku. Khusus untuk pembicaraan, biasanya mereka akan
menghubungkannya dengan nilai-nilai yang tersirat (Liliweri, 2011).
Jurnalisme juga bagitu. Ia tidak
bermakna kalau tidak diletakkan dalam konteks yang benar. Maka persoalan yang
kemudian muncul adalah, apa yang menjadi konteks jurnalisme?
Konteks jurnalisme adalah sistem pers.
Hasil jurnalisme tidak akan bisa dipahami dengan baik tanpa mengaitkannya
dengan sistem pers. Itulah sebabnya pengamat dan praktisi jurnalisme perlu
mengetahui sistem pers. Bagi mereka sistem pers adalah ibarat rumah bagi
jurnalisme. Sistem pers, bahkan, bisa memberikan arahan pada jurnalisme.
Bertolak dari sini, agaknya kira kita
bisa membayangkan bagaimana media pers memanfaatkan jurnalisme. Ketika sebuah
negara menganut sistem pers libertarian, media
pers
bebas menyiarkan berita sesuai paham yang dianutnya. Jurnalisme menjadi alat
untuk mencerdaskan khalayak.
Pada saat sebuah negara menganut
sistem pers otoritarian, media pers bebas menyiarkan berita sesuai dengan
nilai-nilai yang dianut oleh rezim penguasa. Jurnalisme, bahkan, menjadi alat
kekuasaan untuk menjajah rakyat. Akibatnya, jurnalisme terpasung.
Tatkala sebuah negara menganut pers
komunis. Media pers bebas menyiarkan berita sesuai dengan nilai-nilai yang
dikandung partai komunis. Jurnalisme menjadi salah satu alat propaganda
komunis. Jurnalisme pun terperangkap.
Sewaktu sebuah negara menganut
sistem media tanggung jawab sosial, media pers bebas menyiarkan berita sesuai
dengan moral masyarakat. Jurnalisme menjadi alat untuk menjaga moral
masyarakat. Masyarakat dianggap belum selektif dalam menerima dan menyaring
informasi yang diberikan media pers. Jurnalisme menjadi terkungkung.
Pada saat sebuah negara menganut sistem
media pembangunan, media pers bebas menyiarkan berita sesuai dengan
kaidah-kaidah pembangunan. Tanpa sadar jurnalisme meluncur menjadi alat
pembangunan. Ini pernah dialami Indonesia pada masa orde baru.
Ketika sebuah negara menganut sistem
media demokratik partisipan, media pers bebas menyiarkan berita sesuai dengan
kaidah demokrasi. Jurnalisme menjadi alat berekspresi.
Uraian singkat di atas mendidik kita
untuk tidak buru-buru menghakimi hasil jurnalisme Indonesia. Kita harus
mengerti lebih dulu tentang sistem pers yang dianut Indonesia sebelum menilai
jurnalisme Indonesia. Tegasnya, sistem pers adalah ibarat pohon, sedangkan
jurnalisme adalah cabangnya. Cabang bergantung pada pohon.***
Rejodani, 30 Mei 2014


0 komentar:
Posting Komentar