usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Selasa, 31 Mei 2016


Minggu lalu, terjadi sinetwit di media sosial. Yang menjadi sumber informasi twitter adalah @kurawa. Sedangkan judul kumpulan twitter-nya: Prahara Tempo dengan tagar Jatuh Tempo. Salah satu bunyi kicauan itu adalah: GodMother terus berusaha menghubungi gubernur utk batalkan niat membawa kasus ini ke Dewan Pers, dia mengancam Gub pasti kalah. 
Kicauan yang lain berbunyi: Kagak ada yang berani ngaku kalo Jatuh Tempo sudah berdarah2 keuangannya..mau membantah lap keuangannya sendiri?
Kicauan lain lagi berbunyi: Merapatlah ke incumbent karena disanalah uang besar berputar kata dia..tapi jangan diabaikan lawan2 dia juga yg punya dana besar.
Kicauan berikut menjelaskan cara “merapat” ke incumbent, yakni: (i) langkah pertama naikkan incumbent setinggi2nya..buzz di media2 yang kita miliki..mau buktinya? (ii) Dalam waktu yg berdekatan di akhir Februari-April 2016 Jatuh Tempo turunkan berita positif dengan cover Ahok (Laporan Utama “Ahok vs Penguasa Kalijodo”, Laporan Utama “Reklamasi Tujuh Keliling”, dan Laporan Utama “Waswas Sumber Waras”), (iii) Selain menurunkan 3 edisi special ini sang Godmother pun turun tangan..dia membentuk komunitas TemanAhok Salihara, (iv) Godmother mendeklarasikan diri sebagai pendukung utama incumbent dia dekati juga pengurus teman ahok, seolah2 dia malaikat yang akan bantu kita
Kutipan semua twitter di atas menunjukkan bahwa pengirimnya mengerti apa yang dilakukan oleh majalah Tempo terhadap Ahok. Semua perlakuan itu bermula dari masalah keuangan yang dihadapi oleh majalah Tempo. Persoalannya lantas, betulkan majalah Tempo menghadapi krisis keuangan? Kalau betul, benarkah ia mengatasi krisis itu dengan “menjual berita” tentang Ahok? 
Tentu tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Namun, sebentar lagi kebenaran tentang semua itu akan terbuka. Khalayak, terutama pembaca majalah Tempo dan Koran Tempo akan membuka mata dan telinganya. Mereka akan mempelajarinya. Suatu saat kelak mereka tentu akan memperoleh hasilnya.
Sebelum mereka memperoleh kesimpulan sendiri, sebaiknya majalah Tempo memberitakan soal keuangan mereka. Bukankah selama ini majalah Tempo pernah juga menceritakan soal dapurnya? Yang terakhir misalnya, majalah Tempo edisi khusus 45 tahun dengan laporan utama berjudul “Saatnya Blakblakan”. Pada Tempo terbitan 7-13 Maret 2016 ini, majalah Tempo mengisahkan bagaimana wartawannya mempraktikkan jurnalisme investigatif dalam menulis 11 laporan liputan.
Kalau benar majalah Tempo “menjual berita” untuk memperoleh iklan demi memperbaiki keuangannya, majalah Tempo telah melanggar aturannya sendiri. Soalnya, majalah Tempo selalu mendengung-dengungkan bahwa ia ingin mengungkap kejahatan yang merugikan masyarakat dan menyediakan informasi yang akurat kepada publik (Tempo, edisi 7-13 Maret 2016: hal 33). 
Apakah majalah Tempo menganggap “menjual berita” bukan perbuatan tercela? Kalau jawabannya ya, seharusnya wartawan majalahTempo tidak melakukannya. Mereka harus membuang pikiran itu jauh-jauh. Mereka harus kembali ke tujuan jurnalisme yang ideal: melayani dan mengungkapkan kebenaran.
Memang tidak mudah mencapai tujuan jurnalisme. Apalagi di masa sekarang ini, di saat banyaknya pemilik media pers dan media penyiaran yang terjun ke politik. Namun, selama ini majalah Tempo sudah dikenal berhasil mencapai tujuan jurnalisme. Kita yakin ia tidak akan mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan jurnalisme.***
Rejodani, 31 Mei 2016
  

0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.