JAYAPURA—Gubernur Papua
Lukas Enembe mengatakan Pemerintah Provinsi Papua berharap memperoleh 10 persen
saham PT Freeport Indonesia, yang menjalankan bisnisnya di Kabupaten Mimika,
Papua. Hanya, ia mengakui belum ada mekanisme yang pasti soal proses pembelian
tersebut karena Papua belum dianggap mampu membayar nilai saham Freeport, yang
diprediksi mencapai triliunan rupiah.
“Kami
minta sebelum masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir, 10 persen itu
harus untuk Papua,” ujar dia, di Jayapura, seperti dikutip Antara, kemarin.
Menurut
Lukas, mekanisme yang belum jelas itu mencakup apakah pembelian tersebut
didasari tahun buku atau ada cara lain. Ia menegaskan pemerintah Papua tidak
mau ada pihak ketiga, dalam hal ini pihak swasta yang terlibat dalam proses
pembelian saham Freeport bagi Papua. “Kami memang tidak punya uang. Tapi kalau
melibatkan pihak ketiga ini akan berdampak tidak bagus bagi kami. Pengalaman
Newmont sudah ada,” ujar Lukas.
Lukas
pihaknya telah membentuk tim yang mengkaji berbagai opsi agar Papua bisa memiliki
saham Freeport. Ia mengatakan Papua harus mendapat saham perusahaan itu karena
sangat berkaitan dengan segala aspek kehidupan di Papua. “Ini bukan persoalan
ekonomi saja, ini juga persoalan politik,” ujarnya.
Divestasi
saham Freeport McMoran, perusahaan tambang asal Amerika Serikat, atas Freeport
harus menawarkannya kepada pemerintah. Opsi lain adalah divestasi dengan cara
akuisisi oleh badan usaha milik negara, daerah, atau swasta. Saat ini, 90,64
persen saham Freeport Indonesia dipegang oleh Freeport-McMoran dan 9,36 persen
oleh pemerintah Indonesia.
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas PP Nomor
23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara, divestasi 10,64 persen saham Freeport sedianya dilaksanakan paling
lambat pada 14 Oktober lalu. Selanjutnya, 10 persen lagi akan didivestasikan
pada Oktober 2019.
Lukas
menilai proses pembicaraan soal perpanjangan kontrak karya Freeport harus
segera dimulai meski dalam aturan dinyatakan bahwa hal tersebut baru bisa
dilakukan pada 2019. “Sebenarnya tahapan tersebut harus sudah dimulai karena
kita akan melakukan negosiasi yang prosesnya panjang,” katanya. (Mawardah Nur Hanifiyani).
Demikian berita yang disiarkan Koran Tempo, Senin, 28 Desember 2015. Dalam berita itu Gubernur
Papua, Lukas Enembe, tanpa tedeng aling-aling, meminta saham PT. Freeport
sebanyak 10%. Mungkin berita ini mengingatkan kita kasus “Papa minta saham”.
Namun, permintaan Lukas Enembe ini berbeda dengan permintaan “Papa minta
saham”. Soalnya, Lukas Enembe meminta saham PT Freeport untuk kepentingan
masyarakat Papua. Sudah begitu, PT Freeport berencana mendivestasi sahamnya
sebesar 20.64%. Dari jumlah ini, tidak ada salahnya bila pemerintah Papua
memperoleh 10%.
Betapa
banyaknya uang yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Papua untuk memperoleh
saham PT Freeport itu. Betapa susahnya mengumpulkan uang untuk membeli saham
itu. Namun, pemerintah Papua tidak boleh mundur dengan niatnya itu. Ia harus
gigih mencari jalan untuk memperoleh saham itu. Soalnya, dividen dari saham itu
kelak akan bisa mensejahterakan rakyat Papua yang sekarang hanya jadi
“pelengkap penderita” saja dari PT Freeport.
Sebenarnya
PT Freeport sudah memberikan uang kepada pemrintah Papua. Tahun 2012 misalnya, PT
Freeport antara lain membayar pajak dan nonpajak lainnya sebanyak 904 miliar dolar AS. Dari pajak dan
nonpajak ini, 20% di antaranya dikembalikan kepada masyarakat Papua. Namun, jumlah ini tidak
cukup untuk mensejahterakan masyarakat Papua. Tetap saja Papua membutuhkan
sumber dana yang lain. Kalau saja keinginan Lukas Enembe tersebut terwujud,
agaknya Papua bisa mengejar ketertinggalannya dari provinsi-provinsi lain di
Indonesia.***
Rejodani, 31
Desember 2015
0 komentar:
Posting Komentar