usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Selasa, 08 Desember 2015


Tokoh Politik Saksikan Pentas Seni “Bangun Majapahit”
Mega-Novanto Saling Lemparkan Senyum


Pentas seni bertajuk peduli ‘Bangun Majapahit’ di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat dihadiri sejumlah elite politik, Kamis (26/11) malam. Tak hanya itu, konten dari acara tersebut juga sarat dengan tema politik yang sedang hangat di tanah air.


Pagelaran ini dipersembahkan oleh Ketua Umum DPP PDI Perjuangan dengan maksud untuk mengangkat kembali budaya Indonesia. Dalam pagelaran yang berlangsung selama kurang lebih dari dua jam ini beberapa tokoh politik hadir menyaksikan selain Megawati, turut pula menyaksikan pengurus DPP partai berlambang banteng, yakni Sekjen Hasto Kristiyanto, Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki, dan beberapa petinggi partai lainnya.
Dedi Gumelar atau yang akrab disapa Miing yang bertindak sebagai master of ceremony (MC) banyak memberikan joke segar. Ia memancing gelak tawa para hadirin yang menyaksikan pagelaran budaya tersebut, tak terkecuali Megawati Soekarnoputri yang duduk di baris ke enam itu. “Halo? Oh Nov, ini saya lagi mengisi acara,” ujar Miing.
Miing kemudian menjelaskan kepada seseorang dari balik telepon genggamnya itu bahwa ia sedang melakukan tugasnya. Kemudian ia menyinggung soal “trending topic” bersama orang yang menghubunginya.
“Oh iya jadi trending topik, trending topik dan semoga jadi topik dan hidayah juga ya. Sekarang balik ke kampus? Oh ya sudah,” ucap Miing.
Namun, Miing buru-buru menjelaskan dengan siapa dirinya berbicara. Ia segera menyebutkan nama mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Andrinov Chaniago kepada para penonton, supaya penonton tidak menduga-duga. “Ini, tadi Pak Andrinov, mantan menteri,” kata Miing.
Tak sampai di situ, candaan Miing pun tetap berlanjut pada saat pegelaran mencapai ujungnya. Para pemain ketoprak mendapatkan bunga dari Megawati sebagai bentuk penghargaan telah sukses memberikan tontonan yang menghibur dan juga mendidik.
Tiba saat Mega hendak memberikan bunga ke Butet Kertaradjasa satu di antara puluhan pemain ketoprak. Miing kembali berkelakar. “Butet juga dapat saham. Bukan dari Freeport, tapi Freelance,” kata Miing yang sontak disambut tawa para hadirin.
Meski tidak sejak awal menyaksikan, Ketua DPR RI Setya Novanto juga hadir dan duduk sederet dengan Megawati. Novanto datang berbarengan dengan Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Duduk satu baris dengan Megawati, Novanto tampak senyum-senyum saat melihat lawakan terkait pencatutan nama tersebut.
Mega bertemu Novanto
Usai pagelaran tersebut, Novanto yang mengenakan kemeja batik lengan panjang tidak tampak di pintu keluar. Awak media sempat menyaksikan Novanto dan Megawati bertemu dan saling melempar senyum. Mega kemudian ditanya oleh para wartawan mengenai kasus laporan Menteri ESDM ke MKD DPR terhadap Ketua DPR Setya Novanto.
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menjelaskan, partai yang ia pimpin meyakini, jalan kebudayaan harus segera dilakukan di tengah gempuran nilai budaya luar yang sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.
Menurut Presiden ke-5 Republik Indonesia itu, Bangun Majapahit benar-benar diangkat dari sejarah bangsa Indonesia. Dalam perjalanannya budaya Indonesia tidak lepas dari proses politik yang dijalankan oleh Indonesia.
“Bagaimana sebuah pergulatan politik terus berjalan dan tentunya akan menunjukkan pertempuran antara kebaikan dan keburukan. Tapi akhirnya yang menang pasti kebenaran,” tuturnya.
Luhut siap diperiksa
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan bersedia dimintai keterangannya jika dibutuhkan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan untuk kepentingan pemeriksaan Ketua DPR Setya Novanto.
Sementara dalam rekaman percakapan antara Novanto dengan petinggi PT Freeport Indonesia, nama Luhut berkali-kali disebut. Namun, Luhut saat dikonfirmasi lagi, enggan berkomentar lebih jauh soal namanya yang berulang kali disebutkan oleh Novanto “Kalau dipanggil ya datang. Kenapa seperti itu aja repot.” Ujar Luhut di Kantor PPATK, Jakarta, Jumat (27/11).
Nama Luhut disebut sebanyak 16 kali dalam transkrip percakapan yang telah beredar luas di media social itu. Luhut sebelumnya membantah apa yang disebutkan dalam rekaman pembicaraan pertemuan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Novanto, dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, 8 Juli 2015.
Termasuk membantah telah bertemu pejabat PT Freeport untuk meminta sesuatu dari perusahaan tersebut sebagai bagian dari negosiasi perpanjangan kontrak Freeport yang akan berakhir tahun 2021. begitu pula saat menjabat Kepala Kantor Staf Presiden (sebelum menjabat Menko Polhukam), dia menegaskan tidak pernah bertemu pejabat Freeport, termasuk saat dirinya berada di Amerika Serikat sebelum kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke sana, beberapa waktu lalu. (Muhammad zulfikar/fer/ther/kcm/kg).
Demikian berita yang disiarkan Tribun Jogja, Sabtu, 28 November 2015. Berita yang membuat kita merasakan atmosfir kelucuan yang dihadirkan oleh Miing. Namun, berita tersebut tidak mampu menghadirkan komentar Megawati Soekarnoputri tentang Setya Novanto. Mega malah bicara soal “Bangun Majapahit” sebagai sebuah daya kesenian. Akibatnya, kita tidak memperoleh respons Mega tentang trending topic media massa dan media sosial di Indonesia akhir-akhir ini.
Dalam konteks interaksi, kita senang membaca berita tersebut. Soalnya, para tokoh politik yang “berseberangan” masih bersedia saling lempar senyum dan saling bicara. Mereka tidak menampakkan perbedaan pandangan politiknya. Mereka bisa mengelola perbedaan pandangan sehingga tidak memperuncing keadaan. Kenyataan ini sangat baik bagi penggalakkan demokrasi dan pendidikan politik bagi masyarakat.
Dalam kaitan ini, hubungan antar politisi bisa terjadi secara intensif tanpa prosedur dan tata cara baku. Harapannya tentu saja mereka bisa berkoalisi demi mengutamakan kepentingan masyarakat. Kalau harapan ini terwujud, kehidupan politik bangsa ini akan semakin matang.***
Rejodani, 3 Desember 2015  

0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.