Riza Chalid yang membayar
semua tagihan.
Istiqomatul Hayati
JAKARTA—Kejaksaan
Agung meyakini ada dugaan tindakan pidana dalam pertemuan Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat Setya Novanto, pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, dan
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef
Sjamsoeddin pada 8 Juni 2015. Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan
penyelidik sudah mengantongi sejumlah bukti yang dikonfirmasikan kepada
sekretaris pribadi Setya, Dina, saat pemeriksaan, kemarin.
“Kami
berusaha meyakinkan kebenaran dugaan perbuatan jahat tindak pidana korupsi,”
kata Prasetyo saat dihubungi Tempo, kemarin.
Menurut
dia, Dina atas permintaan Setya telah memesan ruang rapat di lantai 21 Hotel
Ritz-Carlton, Jakarta, untuk pertemuan pada 8 Juni tersebut. Dalam pertemuan
itu, ada pembicaraan soal upaya meminta saham Freeport Indonesia dengan
mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sehingga
kasus ini dikenal dengan sebuta “Papa Minta Saham”.
Berdasarkan
bukti yang diminta dari Ritz-Carlton, kata Prasetyo, penyelidik juga menemukan
bahwa pembayar tagihan sewa ruang pertemuan, makanan, dan minuman adalah Riza
Chalid. “Ini yang dikonfirmasikan kepada Dina,” ujar dia. Prasetyo juga mengaku sempat mendengar Setya berkelit
sebagai inisiator pertemuan ketika diperiksa di Mahkamah Kohormatan Dewan. “SN
mengelak, tapi kami punya buktinya,” kata Prasetyo.
Meski
sudah menemukan inisiator pertemuan, dia tidak mau buru-buru menaikkan kasus
ini ke tingkat penyidikan. “Ada hal lain lagi, ini kan mosaik, seperti apa kaitannya, “ujar dia. Menurut dia,
penyelidik masih perlu keterangan dari aktor lain yang hadir dalam pertemuan itu, di antaranya Riza Chalid, yang
dikabarkan sudah ke luar negeri.
Prasetyo mengatakan, selain Riza, penyelidik akan
meminta keterangan dari saksi lain. Mereka yang akan dipanggil adalah
orang-orang yang namanya disebut dalam percakapan di hotel tersebut. Prasetyo
mengatakan penyelidik mungkin akan meminta keterangan Menteri Koordinator
Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Panjaitan serta Deputi 1 Kantor Staf Presiden
Darmawan Prasodjo alias Darmo. “Semua pihak yang ada di pembicaraan, kami
mintai keterangan,” ujar dia.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Yenti
Ganarsih, mengatakan status kasus “Papa Minta Saham” sudah dapat dinaikkan ke
tingkat penyidikan karena dua alat bukti yang sudah dikantongi. “Rekaman
pembicaraan, CCTV, dan keterangan sejumlah narasumber sudah menjadi dua alat
bukti,” kata dia, kemarin.
Kuasa hukum Setya Novanto, Razman Arif Nasution,
mengimbau Kejaksaan Agung tidak menaikkan status ke penyidikan. Alasannya,
proses sidang etik di MKD sedang berlangsung. “Tidak etis kalau Kejaksaan
menaikkan ke penyidikan atau menetapkan tersangka,” kata dia saat dihubungi Tempo, kemarin.
Kemarin, melalui kuasa hukumnya, Setya melaporkan Metro TV ke Badan Reserse Kriminal Polri
atas dugaan penghasutan. “Mereka telah membocorkan percakapan dalam sidang
tertutup MKD terhadap Setya Novanto beberapa waktu yang lalu,” ujar Razman. Ia
menilai Metro TV telah melanggar
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Razman juga mengadukan Metro TV ke Dewan Pers.
Pada Jumat pean lalu, Setya melalui kuasa hukumnya,
Firman Wijaya, juga melaporkan Menteri Sudirman Said ke Bareskrim atas dugaan
pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan, dan pelanggaran Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik. (Linda Trianita/ Dewi Suci Rahayu).
Demikianlah berita yang disiarkan Koran Tempo, 15 Desember 2015. Berita ini menyebutkan keyakinan
Jaksa Agung bahwa penguasa (Setya Novanto) dan pengusaha (Riza Chalid)
berkolaborasi untuk minta saham dari PT Freeport. Berdasarkan keyakinan ini,
sekarang Kejaksaan Agung punya peran besar mengungkapkan permufakatan jahat
penguasa dan pengusaha itu untuk memeras PT Freeport.
Kalau kesempatan ini tidak dimanfaatkan Kejaksaan
Agung, kita khawatir Setya Novanto tidak akan pernah dinilai bersalah. Soalnya,
MKD DPR, pada 16 Desember 2015, tidak memutuskan apa-apa soal Setya Novanto. Ia
hanya menerima surat pengunduran diri Setya Novanto. Berdasarkan surat
pengunduran diri Setya Novanto itu, MKD DPR menutup sidangnya. Kita pun tak
berdaya menghadapi keputusan ini.
Sebagai rakyat kita tidak mungkin memaksa Setya
Novanto untuk mengaku bersalah. Namun, kita ingin aturan dan regulasi
ditegakan. Kita juga ingin penegak hukum mendengar suara kita. Kalau selama ini
kita mendengar hukum runcing ke atas dan tumpul ke bawah, tolong buktikan bahwa
itu tidak benar.***
Birugo Puhun, 19 Desember 2015
0 komentar:
Posting Komentar