usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Selasa, 17 November 2015



Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno meminta direksi PT Pertamina (Persero) mendalami dan menyelesaikan audit forensik terhadap PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) untuk selanjutnya dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo.
“Hasil audit forensik tentunya akan kami laporkan bersama Menteri ESDM kepada Presiden untuk pengambilan keputusan,” kata Rini di Jakarta, Selasa (10/11).
Menurut Rini, sesuai dengan pembicaraan awal bahwa audit forensik tersebut untuk mencari tahu penyebab biaya tinggi (high cost) yang memicu terjadinya intransparansi, ketidakoptimalan dalam menjalankan perusahaan. Ia menjelaskan audit terhadap Petral meliputi keuangan periode 2012-2015.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menuturkan, satu dari tiga temuan auditor forensik yang menyebabkan inefisien pengadaan minyak mentah dan produk minyak adalah adanya intervensi dari pihak luar atau eksternal terhadap Petral.
Sayangnya, Dwi mengaku tidak dalam kapasitas menyebutkan pihak eksternal tersebut. “Karena takut ini menjadi salah persepsi. Oleh karena kita akan melihat dan nanti kepada analisa yang lebih lanjut dari aspek legal, untuk kita bisa lihat,” tutur Dwi.
Dia menjelaskan, audit forensik yang dilakukan mulai dari 1 Juli 2015 sampai dengan Oktober 2015 menemukan beberapa hal anomali dalam pengadaan minyak dan produk minyak.
Kabar baiknya, kejanggalan ini bisa referensi untuk perbaikan sistem baru pengadaan minyak dan produk di masa mendatang oleh Integrated Supply Chain (ISC).
Beberapa temuan tersebut meliputi inefisiensi rantai suplai yang meningkatkan risiko mahalnya harga minyak mentah dan produk. Adapun beberapa faktor yang berpengaruh meliputi, kebijakan Petral dalam proses pengadaan, kebocoran informasi rahasia, dan pengaruh pihak eksternal.
Prioritaskan NOC
Selain itu, ditemukan bahwa Petral melakukan penunjukkan pada satu penyedia jasa Marine Service dan Inspektor. Dwi mengatakan, sejak Juni 2012 Petral mengeluarkan kebijakan untuk memprioritaskan National Oil Company (NOC) dalam proses pengadaan minyak mentah dan produk BBM.
Sebagai konsekuensi dari kebijakan ini, harga menjadi lebih tinggi sebab ada pola price taker dan non price taker. Sejak itu pula ada arrange volume atau pengaturan volume kepada NOC.
“Kemudian aspek ketiga adalah adanya preferensi NOC yang sebabkan keterbatasan persaingan. Ini semua menurut laporan (auditor forensik),” kata Dwi.
Sementara itu ditanya soal adakah pejabat pemerintah yang turut intervensi dalam pengadaan minyak mentah dan produk BBM di Petral, Dwi pun kembali menegaskan bukan kewenangan manajemen Pertamina untuk merilis nama nama yang terlibat. “Mengenal siapa, kami tidak memiliki kewenangan untuk lakukan itu. Soal pejabat tidak disebutkan (dalam laporan audit) ada pejabat pemerintah atau yang lainnya yang terlibat,” kata Dwi.
Menurut Dwi, manajemen Pertamina bukan bermaksud menyampaikan nama-nama pihak ketiga yang mengintervensi. Dia menegaskan, setelah berkonsultasi dengan pemegang saham, dalam hal ini Kementerian BUMN, maka akan dilanjutkan aspek legal ke lembaga yang berwenang.
“Oleh karena itu kalau sudah ada kesimpulan pihak ketiga itu dari lembaga yang legal, pihak yang berwenang, mungkin di sana nanti akan disampaikan,” kata Dwi. (ant/kompas.com).

Demikian berita yang disiarkan Tribun Jogja, 11 November 2015. Berita ini menyiratkan bahwa pemerintah sudah yakin ada pihak yang bermain untuk mendapatkan rente lewat Petral. Siapa pihak itu, ada yang menyebutnya mafia migas. Di media sosial, sudah lama beredar informasi tentang siapa saja yang menjadi mafia migas itu. Lebih dari itu, di sana disebutkan juga nama orang yang sudah bertahun-tahun menguasai Petral.

Persoalannya lantas, bersedia dan beranikah pemerintah melawan mafia migas itu? Yang namanya mafia, tentu sudah merasuk kemana-mana. Mengikuti informasi yang disiarkan media sosial, mafia migas itu sudah ada sejak zaman orde baru sampai era reformasi sekarang ini. Kalau informasi ini benar, maka mafia migas itu sudah ada semenjak Presiden Soeharto sampai Presiden Joko Widodo. Namun, jejak yang mereka tinggalkan tidak bisa menjerat pemimpin republik ini. Ini menunjukkan bahwa mafia migas itu sangat lihai mensiasati pasal-pasal hukum dalam berbagai Undang-Undang. Mereka aman-aman saja, sekalipun sudah menggarong uang negara triliyunan rupiah.

Kita lihat perkembangan kasus ini selanjutnya. Yang jelas, kini masyarakat sudah punya sense yang kuat tentang keberadaan mafia migas. Masyarakat juga berharap mafia migas ini memperoleh sanksi yang setimpal dengan perbuatan mereka.***

Rejodani, 17 November 2015.    

0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.