Menteri Badan Usaha Milik
Negara Rini Soemarno meminta direksi PT Pertamina (Persero) mendalami dan
menyelesaikan audit forensik terhadap PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral)
untuk selanjutnya dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo.
“Hasil audit forensik
tentunya akan kami laporkan bersama Menteri ESDM kepada Presiden untuk
pengambilan keputusan,” kata Rini di Jakarta, Selasa (10/11).
Menurut Rini, sesuai
dengan pembicaraan awal bahwa audit forensik tersebut untuk mencari tahu
penyebab biaya tinggi (high cost) yang memicu terjadinya intransparansi,
ketidakoptimalan dalam menjalankan perusahaan. Ia menjelaskan audit terhadap
Petral meliputi keuangan periode 2012-2015.
Direktur Utama Pertamina
Dwi Soetjipto menuturkan, satu dari tiga temuan auditor forensik yang
menyebabkan inefisien pengadaan minyak mentah dan produk minyak adalah adanya
intervensi dari pihak luar atau eksternal terhadap Petral.
Sayangnya, Dwi mengaku
tidak dalam kapasitas menyebutkan pihak eksternal tersebut. “Karena takut ini
menjadi salah persepsi. Oleh karena kita akan melihat dan nanti kepada analisa
yang lebih lanjut dari aspek legal, untuk kita bisa lihat,” tutur Dwi.
Dia menjelaskan, audit
forensik yang dilakukan mulai dari 1 Juli 2015 sampai dengan Oktober 2015
menemukan beberapa hal anomali dalam pengadaan minyak dan produk minyak.
Kabar baiknya,
kejanggalan ini bisa referensi untuk perbaikan sistem baru pengadaan minyak dan
produk di masa mendatang oleh Integrated
Supply Chain (ISC).
Beberapa temuan tersebut
meliputi inefisiensi rantai suplai yang meningkatkan risiko mahalnya harga
minyak mentah dan produk. Adapun beberapa faktor yang berpengaruh meliputi,
kebijakan Petral dalam proses pengadaan, kebocoran informasi rahasia, dan
pengaruh pihak eksternal.
Prioritaskan NOC
Selain itu, ditemukan
bahwa Petral melakukan penunjukkan pada satu penyedia jasa Marine Service dan
Inspektor. Dwi mengatakan, sejak Juni 2012 Petral mengeluarkan kebijakan untuk
memprioritaskan National Oil Company
(NOC) dalam proses pengadaan minyak mentah dan produk BBM.
Sebagai konsekuensi dari
kebijakan ini, harga menjadi lebih tinggi sebab ada pola price taker dan non price
taker. Sejak itu pula ada arrange volume
atau pengaturan volume kepada NOC.
“Kemudian aspek ketiga
adalah adanya preferensi NOC yang sebabkan keterbatasan persaingan. Ini semua
menurut laporan (auditor forensik),” kata Dwi.
Sementara itu ditanya
soal adakah pejabat pemerintah yang turut intervensi dalam pengadaan minyak
mentah dan produk BBM di Petral, Dwi pun kembali menegaskan bukan kewenangan
manajemen Pertamina untuk merilis nama nama yang terlibat. “Mengenal siapa,
kami tidak memiliki kewenangan untuk lakukan itu. Soal pejabat tidak disebutkan
(dalam laporan audit) ada pejabat pemerintah atau yang lainnya yang terlibat,”
kata Dwi.
Menurut Dwi, manajemen
Pertamina bukan bermaksud menyampaikan nama-nama pihak ketiga yang
mengintervensi. Dia menegaskan, setelah berkonsultasi dengan pemegang saham,
dalam hal ini Kementerian BUMN, maka akan dilanjutkan aspek legal ke lembaga
yang berwenang.
“Oleh karena itu kalau
sudah ada kesimpulan pihak ketiga itu dari lembaga yang legal, pihak yang
berwenang, mungkin di sana nanti akan disampaikan,” kata Dwi. (ant/kompas.com).
Demikian berita yang disiarkan Tribun
Jogja, 11 November
2015. Berita ini
menyiratkan bahwa pemerintah sudah yakin ada pihak yang bermain untuk
mendapatkan rente lewat Petral. Siapa pihak itu, ada yang menyebutnya mafia
migas. Di media sosial, sudah lama beredar informasi tentang siapa saja yang
menjadi mafia migas itu. Lebih dari itu, di sana disebutkan juga nama orang
yang sudah bertahun-tahun menguasai Petral.
Persoalannya
lantas, bersedia dan beranikah pemerintah melawan mafia migas itu? Yang namanya
mafia, tentu sudah merasuk kemana-mana. Mengikuti informasi yang disiarkan
media sosial, mafia migas itu sudah ada sejak zaman orde baru sampai era
reformasi sekarang ini. Kalau informasi ini benar, maka mafia migas itu sudah
ada semenjak Presiden Soeharto sampai Presiden Joko Widodo. Namun, jejak yang
mereka tinggalkan tidak bisa menjerat pemimpin republik ini. Ini menunjukkan
bahwa mafia migas itu sangat lihai mensiasati pasal-pasal hukum dalam berbagai
Undang-Undang. Mereka aman-aman saja, sekalipun sudah menggarong uang negara
triliyunan rupiah.
Kita lihat
perkembangan kasus ini selanjutnya. Yang jelas, kini masyarakat sudah punya
sense yang kuat tentang keberadaan mafia migas. Masyarakat juga berharap mafia
migas ini memperoleh sanksi yang setimpal dengan perbuatan mereka.***
Rejodani, 17
November 2015.
0 komentar:
Posting Komentar