Dalam bahasa aslinya disebut drone journalism, yakni penggunaan
pesawat nir awak untuk kepentingan jurnalisme. Pesawat ini akan merekam semua
peristiwa yang terjadi dan menangkap fakta tentang siapa saja yang terlibat
dalam peristiwa itu. Di samping itu, ia akan punya kesempatan yang besar untuk
memata-matai tokoh yang terlibat dalam peristiwa bersangkutan. Ia, bahkan, bisa
mengungkapkan rahasia tentang keberadaan seorang tokoh. Tegasnya, pesawat itu
punya kemampuan yang luar biasa dalam mengumpulkan fakta.
Bertolak dari penjelasan
singkat ini, kita tentu mengerti jurnalisme gemuruh merupakan jenis jurnalisme menurut
teknik mengumpulkan fakta. Keberadaannya sah. Namun, apakah ia pantas
dipraktikkan di Indonesia? Di luar negeri, orang masih memperdebatkan
jurnalisme ini. Satu hal yang mengganjal adalah soal etika. Soalnya, jurnalisme
ini dianggap akan melanggar privacy
orang lain. Dengan kemampuan yang dimilikinya drone bisa mengintip kehidupan pribadi orang lain. Padahal belum
tentu kehidupan pribadi orang lain itu bermanfaat untuk kepentingan orang
banyak.
Jurnalisme gemuruh—temuan
Matt Waite, profesor jurnalisme di Univeritas Nebraska-Lincoln pada November
2011—memang merupakan sebuah terobosan untuk memecah kebuntuan dalam
mengumpulkan fakta. Namun, praktiknya perlu diikuti oleh kepekaan terhadap narasumber
atau orang yang terlibat dalam sebuah peristiwa. Wartawan perlu membayangkan
apa yang akan terjadi pada narasumber atau orang itu. Tegasnya, wartawan perlu
mempertimbangkan ekses dari informasi yang dihasilkan jurnalisme gemuruh.
Dalam konteks ini, agaknya
perlu digarisbawahi pendapat William L. Rivers dan Cleve Mathews dalam buku Etika Media Massa dan Kecenderungan untuk
Melanggarnya berikut:
Yang lebih perlu mendapat perhatian etis adalah bawa hak orang-orang yang menjadi topik pemberitaan karena liputan yang berprasangka. Pertanyaan mengenai seberapa jauh ekses sebuah liputan bisa diterima, dapat diperdebatkan, tetapi kebutuhan akan kepekaan tidak bisa ditawar (hal. 59-60).
Kutipan ini menegaskan
bahwa ekses dari sebuah berita terhadap tokoh yang diberitakan tidak bisa
dihindari. Namun, tentu ada tingkatan ekses yang bisa diterima. Nah, wartawan
perlu membuat penilaian moral yang pas tentang tingkatan ekses yang bisa
diterima ketika mempraktikkan jurnalisme gemuruh.***
Rejodani,
17 November 2015
0 komentar:
Posting Komentar