usaha mendekatkan jurnalisme kepada masyarakat

Sabtu, 01 Agustus 2015




Jakarta—Pemeriksaan Koordinator Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan Husodo, dan Wakil Koordinator ICW, Emerson Yuntho, oleh Mabes Polri kemarin belum menyentuh pokok perkara. Mereka diperiksa sebagai saksi atas laporan pencemaran nama baik oleh ahli hukum pidana Romli Atmasasmita.
“Kalau untuk pokok perkara, pemeriksaan di Bareskrim akan dilaksanakan setelah ada hasil pemeriksaan di Dewan Pers,” kata Emerson di Bareskrim Polri, Jakarta, kemarin.
Menurut Emerson, penyidik memberikan sepuluh pertanyaan soal identitas dan dasar perkara. Namun dia belum bersedia menjawab pertanyaan terkait dengan pokok perkara.
Adnan dan Emerson dilaporkan Romli pada 21 Mei 2015 karena pernyataannya di media, Emerson menyebutkan Romli tidak punya rekam jejak ideal dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan Adnan menilai integritas dan komitmen Romli dalam memberantas korupsi perlu dipertanyakan, sehingga tidak pantas menjadi calon Panitia Seleksi KPK.
Alasannya, Romli sempat menjadi saksi ahli dalam sidang praperadilan Wakil Kepala Kepolisian Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Romli tak terima disebut begitu. “Ahli itu bukan kejahatan. Ahli itu di tengah,” ujar Romli. Saat melapor, Romli menyerahkan kliping berita Kompas, Tempo, dan The Jakarta Post yang memuat pernyataan mereka.
Tim hukum pun telah menyiapkan sejumlah dokumen hasil pemberitaan tersebut. “Dalam berita itu, kami tidak pernah menyebutkan nama orang,” ujar Kepala Riset dan Divisi Jaringan Lembaga Bantuan Hukum, Asep Komarudin. Fabionesta, anggota tim hukum, mengatakan seharusnya Romli melaporkan ke Dewan Pers, bukan Bareskrim. “Dalam Undang-Undang Pers, pelaporan sengketa hasil karya jurnalistik ditujukan ke Dewan Pers.”
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso menegaskan tak ada rencana menghentikan kasus tersebut. “Kami bicara fair sampai ke pengadilan,” kata Waseso. Ia mengatakan akan berkoordinasi dengan Dewan Pers sebagai bahan pertimbangan penyidik. Namun bukan menghentikan kasus pidananya.
Ketua Divisi hukum Dewan Pers, Stanley Adhi Prasetyo, mengatakan dugaan sementara masalah yang diadukan Romli merupakan kesalahan pemberitaan yang mengarah pada pelanggaran etik. “Jadi, tidak tepat bila pelapor melaporkan narasumber ke kepolisian,” ujarnya seperti dikutip situs ICW. “Kami menilai lebih tepat dari segi hukum diselesaikan oleh Dewan Pers (Dewi Suci Rahayu).
Demikian berita yang disiarkan oleh Koran Tempo, 28 Juli 2015. Berita ini menunjukkan bahwa tidak mudah bagi siapapun menjadi orang baik (Padahal, menjadi orang baik itu, secara konseptual tidak sulit: tidak mendatangkan masalah, tidak menyusahkan orang lain, mengikuti aturan yang ada, menghindari konflik, mengikuti garis lurus kehidupan, dan tidak menyimpang dari kebiasaan umum). Kenyataan ini juga berlaku bagi tokoh sekaliber Romli Atmasasmita. 
Sebagai seorang ahli hukum ternama, Romli tentu mengerti bahwa kasus yang menimpanya merupakan kesalahan pemberitaan dan berada pada ranah etika jurnalistik. Untuk mengujinya ada lembaga yang berwenang, yakni Dewan Pers. Namun, Romli tidak peduli dengan dewan pers. Dia langsung saja melaporkan kasusnya kepada Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri dengan alasan mencemarkan nama baik.
Lewat laporan Romli tersebut, dia sudah menyusahkan Adnan Topan Husodo, Emerson Yuntho, Dewan Pers, bahkan Bareskrim Polri. Dia sudah menyimpang dari kebiasaan umum orang yang terlibat dalam persengketaan pers. Tanpa sadar, dia bisa meluncur menjadi orang yang tidak baik. Persoalannya yang muncul adalah, mengapa Romli berbuat begitu? Entahlah! Yang jelas kita sadar betul bahwa kita harus bekerja sangat keras agar bisa menjadi orang baik.***
Rejodani, 1 Agustus 2015 

0 komentar:

Posting Komentar

Ana Nadhya Abrar


Namaku Abrar. Konon, aku lahir di Bukittinggi pada 20 Februari 1959. Maka,
pada saat tulisan ini kubuat, aku sudah berumur 55 tahun lebih. Dalam
usia sekian, aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri. Apakah aku
sudah menjadi intelektual di bidang jurnalisme? Namun, aku teringat
indikator intelektualitas yang pernah disampaikan Ashadi Siregar
dalam majalah Balairung, No.3-4, 1987, hal. 10, yakni
memiliki: (i) kesadaran eksistensial tentang diri, (ii) kesadaran
eksistensial tentang profesi, dan (iii) orientasi kemasyarakatan.



Museum Orang Pinggiran

Museum ini menyimpan barang-barang yang pernah dipakai orang pinggiran, karya orang
pinggiran, koleksi orang pinggiran, kisah tentang orang pinggiran, dan ide-ide
orang pinggiran. Melalui museum ini saya ingin mengapresiasi orang-orang
pinggiran dan orang-orang yang terpinggirkan
Diberdayakan oleh Blogger.