Tahun 2001 disebutkan sebagai
tahun kemunculan istilah jurnalisme kontekstual (contextualized journalism). Empat tahun kemudian, tahun 2005,
istilah ini sudah masuk dalam buku Key
Concepts in Journalism Studies sebagai entri ke-42. Lalu, apa konsep yang
dikandungnya?
Agaknya ia merupakan perluasan
jurnalisme online. Salah satu
alasannya adalah, yang memunculkan istilah itu adalah John V. Pavlik dalam buku
berjudul Journalism and New Media. Apalagi
Pavlik, dalam buku itu, menulis antara lain:
Contextual journalism incorporates not only the multimedia capabilities of digital platforms but also interactive, hypermedia, fluid qualities of online communications and customizable features of addressable media (hal. 217).
Kutipan
ini mengungkapkan bahwa jurnalisme kontekstual tidak hanya berurusan dengan
kemampuan platform media digital, tetapi juga kemampuan media interaktif,
hypermedia, kualitas komunikasi online
dan media yang disesuaikan dengan keinginan pengirim konten. Dengan demikian,
jurnalisme kontekstual sebenarnya mampu menghasilkan berita yang lebih lengkap.
Harapannya satu: untuk menguntungkan khalayak global.
Secara
konseptual, jurnalisme kontekstual bisa menjamin objektivitas dan kebenaran.
Soalnya, ia bisa memasok konteks berita lewat media online dan media interaktif. Kontennya bisa lebih dinamis karena
bisa diperbarui secara periodik. Lebih dari itu, ia bisa dihubungkan dengan berbagai
laman (websites) untuk memudahkan
khalayak memahami sebuah isu.
Dengan
segala pengertian di atas, jurnalisme kontekstual menuntut seorang wartawan
tidak hanya sebagai tukang cerita (storyteller).
Dia juga harus menjadi perencana komunikasi. Dia harus mengerti letak informasi
yang bisa memberikan konteks pada berita yang sedang ditulisnya. Dia harus bisa
juga menyampaikan informasi pendukung fakta yang sudah pernah disiarkan oleh
media online. Ia harus bisa pula
mengatur urut-urutan informasi yang harus disampaikan kepada khalayak. Ia, bahkan, harus bisa menjamin bahwa
khalayak punya banyak informasi tentang sebuah isu.
Sampai
di sini muncul pertanyaan, apakah jurnalisme kontekstual bisa menjamin tidak
ada lagi informasi rahasia tentang sebuah isu? Apakah ia bisa menjamin bahwa sebuah
isu akan bisa terungkap sejelas-jelasnya? Salah satu tujuan jurnalisme
kontekstual adalah membongkar informasi yang terdapat di “kedalaman” dan di
“kegelapan”. Jurnalisme kontekstual diharapkan bisa mengungkapkan kebenaran
tentang sebuah isu. Ia juga dibayangkan bisa membuka selubung rahasia yang
menyelimuti sebuah isu.
Namun berhasil atau tidaknya,
sangat ditentukan oleh antusiasme wartawan yang mempraktikkan jurnalisme
kontekstual. Kalau mereka antusias dan bersikukuh ingin mempraktikkan
jurnalisme kontekstual, tentu tujuan jurnalisme kontekstual di atas akan
tercapai. Kalau tidak, jurnalisme kontekstual akan kehilangan tajinya. ***
Rejodani, 1
Oktober 2015
0 komentar:
Posting Komentar